Moeldoko: Pemindahan Ibu Kota Tak Perlu Lewat Referendum
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai keputusan pemindahan ibu kota ke Pulau Kalimantan tak perlu sampai melakukan referendum alias pemungutan suara masyarakat luas.
Ia mengatakan keputusan pemindahan ibu kota tersebut cukup dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut Moeldoko, Presiden Joko Widodo pun sudah meminta izin untuk memindahkan ibu kota kepada wakil rakyat dan perwakilan daerah dalam sidang bersama DPR dan DPD, pada pekan lalu.
"Kemarin Presiden minta izin kepada anggota dewan untuk nantinya bisa merestui karena nanti akan dilarikan ke Undang-undang. Jadi tidak sejauh itulah (referendum)," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Moeldoko meminta kepada pihak yang masih menolak pemindahan ibu kota ini untuk berpikir panjang. Mantan Panglima TNI itu menyatakan pemerintah memikirkan untuk 100 tahun ke depan, bukan buat 5 sampai 10 tahun semata.
"Kalau tidak dimulai, kapan lagi? Karena inisiasi mengembangkan ibu kota kan sudah lama. Kalau dipikirkan terus kan tidak terealisasi. Terus kapan mau move on-nya? Ini mau di-move on-kan," ujarnya.
Moeldoko memastikan bahwa pemilihan ibu kota negara baru di Pulau Kalimantan sudah dipertimbangkan dengan matang. Masalah lingkungan pun sudah dikaji oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Sudah dihitung sisi ekologinya. Kan ada pertimbangan lingkungannya seperti apa. Menteri Lingkungan sudah membuat kajian-kajian, pasti sudah dipikirkan," tuturnya.
Sebelumnya, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengusulkan referendum terkait rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan. Menurutnya, masyarakat harus dilibatkan karena banyak pertimbangan yang harus dikaji sebelum memindahkan ibu kota.
"Karena ini sangat strategis, buat referendum. Sampaikan ke seluruh warga Indonesia, setuju enggak pindahkan ibu kota? Sehingga kita jadi bagian pengambilan keputusan tersebut," ujar Sandi dalam diskusi grup Instruktur Nasional PAN di Gedung Joang '45, Jakarta, Kamis (22/8).