Dugaan Korupsi Alkes, 3 Dokter RSUD Arifin Achmad Divonis Bebas
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru memvonis bebas tiga dokter RSUD Arifin Achmad Riau. Hakim menyatakan ketiga dokter tersebut tidak terbukti bersalah dalam dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di rumah sakit BUMD itu sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ketiganya adalah dr Kuswan Ambar Pamungkas, SpBP-RE, dr Weli Zulfikar, SpB (K) KL, dan drg Masrial, SpBM. Putusan terhadap tiga dokter ini tertanggal 1 Agustus 2019 dengan majelis hakim yang dipimpin Agus Suwargi dengan dua anggota masing-masing Jarasmen Purba dan KA Syukri.
"Ketiganya divonis bebas. Salinan putusannya kami terima kemarin (Rabu)," ujar Panitera Muda (Panmud) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rosdiana, Kamis (22/8/2019).
Terpisah, Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Yuriza Antoni, mengaku sudah mendengar kabar terkait putusan PT Pekanbaru terhadap tiga dokter RSUD Arifin Achmad. Namun, dia enggan berkomentar karena belum menerima salinan putusan dari Pengadilan Negeri Pekanbaru.
"Infonya begitu (sudah vonis) tapi kami belum terima salinan putusan," kata Yuriza.
Untuk memastikan vonis PT Pekanbaru itu, Yuriza meminta JPU ke Pengadilan Negeri Pekanbaru dan meminta salinan putusan. "Besok (Jumat) JPU ke PN menanyakan putusan (PT Pekanbaru) itu," ucap Yuriza.
Jika salinan putusan majelis hakim PT Pekanbaru telah didapat, maka JPU akan mempelajari terlebih dahulu untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. "Kalau benar, kami akan upaya kasasi ke MA (Mahkamah Agung)," tegas Yuriza.
Sementara, Firdaus Ajis selaku kuasa hukum tiga dokter mengaku sudah menerima putusan hakim tinggi itu. "Ya putusan Pengadilan Tinggi membebaskan ketiga klien kami. Ketiganya dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwaan," jelas Firdaus.
Dalam amar putusannya, hakim tinggi membebaskan ketiga terdakwa dari tahanan kota, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabat terdakwa. "PT juga memerintahkan agar ketiga terdakwa dikeluarkan dari tahanan kota," ucap Firdaus.
Firdaus menyatakan, putusan itu telah mementahkan imej yang dibangun di masyarakat selama ini. Di mana, untuk melakukan operasi bagi pasien, rumah sakit telah menunjuk penyedia barang YI Cv PMR. Dokter dalam melakukan operasi menggunakan alat kesehatan milik pribadi.
"Dalam melakukan pengggatian dokter dituduh melakukan mark up harga. Berdasarkan fakta persidangan yang terjadi justru RSUD menyediakan Alkes yang dibutuhkan untuk keperluan operasi bagi pasien pada tahun 2012 dan 2013 karena ketidak ketersediaan alat yang dibutuhkan," jelas Firdaus.
Fakta, lanjut Firdaus, RSUD Arifin Achmad sejak 2010 telah ditetapkan sebagai BLUD sebagai rujukan terakhir di Riau. Dalam melakukan pelayanan didasarkan kepada prinsip efisiensi dan produktivitas sehingga menuntut harus melayani masyarakat.
"Di sisi lain, sumpah dokter kebetulan Alkes yang dibutuhkan ada pada mereka. Setelah diminta oleh manajemen, pakai saja barang dokter dulu, nanti diganti didasarkan pertemuan pada tahun 2010. Dokter karena patuh pada pimpinan dan bertanggung jawab atas profesinya bersedia memakai alkes milik pribadi dan diganti beberapa bulan kemudian dengan pedoman harga yang pernah diusulkan pada tahun 2010," rinci Firdaus.
Sebelumnya di Pengadilan Negeri Pekanbaru, ketiga dokter divonis dengan hukuman berbeda. Untuk dr Kuswan divonis selama 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan penjara, dr Welly Zulfikar divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp50 subsider 1 bulan penjara serta uang pengganti sebesar Rp132 juta subsider 6 bulan penjara.
Selanjutnya, drg Masrial divonis selama 1 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp50 juta atau subsider 3 bulan penjara. Masrial juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp120 juta atau subsider 6 bulan penjara.
Ketiganya dinyatakan hakim bersalah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.
Selain ketiga dokter itu, terdapat dua terdakwa lainnya, yaitu Direktris CV PMR, Yuni Efrianti dan Mukhlis selaku staf CV PMR. Keduanya divonis hukuman masing-masing selama 1 tahun 2 bulan penjara oleh PN Pekanbaru. Berbeda dengan tiga dokter, dua terdakwa yang disebutkan terakhir tidak mengajukan banding.
Berdasarkan dakwaan JPU, perbuatan itu terjadi pada tahun 2012 hingga 2013 silam dengan cara membuat Formulir Instruksi Pemberian Obat (FIPO) dengan mencantumkan harga yang tidak sesuai dengan harga pembelian sebenarnya dalam pengadaan alat kesehatan spesialistik Pelayanan Bedah Sentral di staf fungsional RSUD Arifin Achmad.
Dalam pembelian itu, pesanan dan faktur dari CV PMR disetujui instansi farmasi. Selanjutnya dimasukkan ke bagian verifikasi untuk dievaluasi dan bukti diambil Direktur CV PMR, Yuni Efrianti. Selanjutnya dimasukkan ke Bagian Keuangan. Setelah disetujui pencairan, bagian keuangan memberi cek pembayaran pada Yuni Efrianti. Pencairan dilakukan Bank BRI, Jalan Arifin Achmad. Setelah itu, Yuni Efrianri melakukan perincian untuk pembayaran tiga dokter setelah dipotong fee 5 persen.
CV PMR diketahui bukan menjual atau distributor alat kesehatan spesialistik yang digunakan ketiga dokter. Kenyataannya, alat tersebut dibeli langsung oleh dokter bersangkutan ke distributor masing-masing. Selama medio 2013 dan 2013, Direktur CV PMR dibantu stafnya Muklis telah menerbitkan 189 faktur alat kesehatan spesialistik. Harga alat kesehatan yang tercantum dalam faktur berbeda-beda dengan harga pembelian yang dilakukan terdakwa dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.
Dari audit penghitungan kerugian keuangan negara ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp420.205.222. Perinciannya adalah CV PMR sebesar Rp66.709.841, dr Welli Zulfikar sebesar Rp213.181.975, dr Kuswan Ambar Pamungkas Rp8.596.076 dan dr Masrizal Rp131.717.303.