Pemindahan Ibu Kota Dinilai Belum Dibutuhkan
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Sekretaris Fraksi PAN DPR RI, Yandri Soesanto menilai bahwa pemindahan ibu kota negara dari Jakarta saat ini ke Kalimantan bukanlah kebutuhan mendesak.
Karena, kata dia, selama 5 tahun berjalanan pemerintahan Jokowi tidak ada yang terhambat dengan kondisi Jakarta saat ini.
“Apakah Pak Jokowi memerintah selama 5 tahun ini terganggu gak dia bekerja di ibu kota negara. Pernah gak dia terhambat untuk melaksanakan tugas-tugasnya? Kalau gak terganggu, ya belum jadi kebutuhan," katanya dalam diskusi “Tantangan Regulasi Pemindahan Ibu Kota”, di Media Center DPR, Kamis (22/8/2019).
"Pernah gak menteri-menteri gagal mengambil keputusan, anggota DPR tersendat dan tersumbat untuk mengambil keputusan? Kalau itu belum ada, ya belum menjadi kebutuhan,” sambung Yandri.
Yandri juga berkeyakinan, pemindahan ibu kota negara itu akan bisa menciptakan pemerataan pembangunan dan ekonomi.
“Kalau semangat Bapak Jokowi adalah pemerataan, enggak ada rumus di dunia ini memindahkan ibu kota negara untuk pemerataan. Belum pernah saya dengar. Apa iya sih, di tengah-tengah ekonomi yang melambat, rakyat masih banyak miskin, kita memindahkan ibu kota,” tegasnya.
Karena itu menurut dia, anggaran Rp500 triliun untuk memindahkan ibu kota negara itu digunakan untuk kepentingan ekonomi rakyat, seperti meningkatkan produksi petani padi, tebu dan garam agar kebutuhan bahan tersebut tidak lagi diimpor. Kemudian bagaimana rakyat bisa menikmati air bersih.
Bahkan Yandri menilai rencana pemindahan ibu kota negara itu bertolak belakang dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang akan difokuskan Jokowi pada masa periode kedua dia memerintah.
“Ini akan bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Bapak Jokowi yang akan fokus pembangunan SDM. Artinya pemindahan ibu kota itu akan membangun gedung, membangun jalan. Jadi menurut saya, Rp500 triliun itu akan sangat mulia Kalau pak Jokowi gunakan untuk pemerataan kepada rakyat kecil,” katanya.
Sementara itu, anggota Fraksi Gerindra Bambang Haryo mengatakan bahwa DPR belum pernah diajak bicara oleh pemerintah terkait rencana pemindahan ibu kota tersebut. Padahal Presiden Jokowi sudah menyebutkan pusat pemerintahan baru itu akan dibangun di Bukit Soeharto, Kalimantan Timur.
Sampai pengkajian dari segi strategis di pertahanan dan sebagainya, keamanan dan yang lain sudah dalam kajian yang final.
“DPR merasa dilompatin, jadi tidak dianggap oleh pemerintah. Kita meminta, jangan gitu lah, kita inikan mitra, kami ini mitra. Jadi tentu kita sama-sama membuat undang undang. Harus dirubah undang-undang yang ada dan harus kita lakukan juga kajian-kajian teknis dan lain-lain,” ujarnya.
Dalam melakukan kajian itu jelas Bambang, juga melibatkan perguruan tinggi. Tapi hal itu belum pernah dilakukan pemerintah.
“Saya sendiri juga heran, begitu saya tanya UI, ITS, ITB dan sebagai itu nggak juga (dilibatkan). Jadi berarti apa, masa kita mengkaji sendiri, mutusin sendiri. Jangan itu (pemindahan ibu kota), membangun LRT saja gak laku. Ini kan kajiannya gak karuan semua. Saya tanya Litbang Perhubungan dilibatkan enggak, mereka jawab enggak dilibatkan. Jadi ini mohon maaf. Apalagi ini yang mau dipindahkan ini sesuatu yang yang luar biasa vital, baik posisinya dan sebagainya,” tegas Bambang.
Reporter: Syafril Amir