Anggota Dewan Pertanyakan Putusan Bebas Kasus Pemalsuan SK Menhut, PN Siak: Dia Sarjana Apa?
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pengadilan Negeri (PN) Siak tidak terima dengan pernyataan anggota Komisi II DPRD Siak Ariadi Tarigan, terkait putusan bebas perkara dugaan pemalsuan SK pelepasan kawasan hutan terhadap terdakwa Eks Kadishutbun Siak Teten Effendi dan Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) Suratno Konadi.
Humas PN Siak Bangun Sagita Rambe mengatakan, "Bapak itu background pendidikannya apa? saya tidak tahu background pendidikannya sarjana apa itu, dia ikut sidang atau tidak, kalau tidak tahu jangan komentar," kata Bangun Sagita Rambe, Jumat (16/8/2019).
"Tidak sepatutnya dia memberikan komentar, dia backgroundnya apa? Dia mengikuti informasi dari mana. Apalagi dia anggota dewan, kalau dia mengikuti persidangan terus apa tidak ada pekerjaannya sebagai anggota dewan, bukan begitu?" kata dia.
Ia mengaku diberi tahu oleh Wakil Ketua PN Siak Rozza El Afrina tentang ada pernyataan anggota dewan yang menganggap membebaskan Teten dan Suratno itu putusan gila.
"Ia Komisi II bidang Perkebunan, tapi paham tidak tentang keputusan. Sebab dalam putusan ada pertimbangan. Orang BPN yang bukan sarjana hukum belum tentu tahu, kalau umpama tidak paham harus baca putusan dulu," kata dia.
Dia mengatakan, anggota Komisi II DPRD Siak boleh mempertanyakan tentang putusan tersebut. Selain itu, komisi II juga bisa melayangkan surat ke PN Siak.
"Itu kalau dia memang ingin melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY) atau Mahkamah Agung (MA) silakan saja. Tapi lihat, apakah memang ada pelanggaran yang dilakukan hakim, yang mana pelanggarannya," sebut dia.
Ia menguraikan Teten dan Suratno dibebaskan karena pertimbangan hakim tidak ada materil surat yang dipalsukan.
Setelah diperiksa saksi-saksi di persidangan ternyata SK Menhut itu tidak ada yang dibatalkan oleh putusan lain atau PTUN.
"Waktunya sudah lama, ia tidak ada putusan lain. Surat memang tidak ada isinya yang diubah," kata dia.
Selain itu, ia juga mengklarifikasi maksud Ketua PN Bambang Trikoro untuk tidak menunjuk hakim pernah menangani perkara PT DSI terhadap perkara dugaan pemalsuan surat tersebut.
Menurut dia, maksud Bambang Trikoro tidak menunjuk hakim yang sama dalam perkara perdata. Kalau dalam perkara pidana yang berkaitan tidak ada masalah jika hakimnya sama.
"Majelis yang sama bukan dalam perkara perdata, itukan perkara split, kalau beda majelis justru disparitas. Kalau perkara pidana PT DSI maksudnya besamaan. Memang sebaiknya, majelisnya sama jangan beda. Jadi tidak ada masalah," kata dia.
Perkara perdata PT DSI sudah masuk jauh sebelum perkara pidana masuk.
Dua perkara pidana masuk bersamaan, kemudian disebut sebagai perkara split. Karena itu untuk kedua perkara itu majelis hakimnya sama.
Terkait seringnya pihat PT DSI masuk keruangan hakim diluar persidangan akan dicek lebih lanjut.
Kedatangan pihak PT DSI kata dia belum tentu membahas masalah perkara yang sedang dipersidangkan.
"Bisa jadi membahas masalah eksekusi. Kalau membahas eksekusi pihak perkara langsung ke Ketua Pengadilan. Kalau pihak berperkara berjumpa majelis diluar persidangan itu baru melanggar kode etik," kata dia.
Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Siak Ariadi Tarigan heran dengan klarifikasi Humas PN Siak melalui media.
Pasalnya, Ariadi mengetahui persoalan PT DSI sejak lama, termasuk hak untuk mendapatkan izin yang telah mati dengan sendirinya.
"Kenapa dia tanya background saya apa, sarjana apa, jangan begitulah, ini kan hak kami untuk mengomentari putusan yang membuat masyarakat kecewa. Apa tidak boleh saya mengkritisi keputusan pengadilan itu?" kata Ariadi.
Menurut dia, pihak PN tidak boleh arogan dalam menjawab pertanyaan dan penilaian publik.
Sebab, ada parameter hukum yang menyebabkan perkara itu naik di kepolisian dan P21 di Kejaksaan.
Pihaknya menilai tidak ada keadilan di PN Siak dalam perkara dugaan pemalsuan SK Menhut tersebut.
"Logika sederhana, apa parameter polisi dan jaksa menahapduakan berkas perkaranya. Dalam pandangan hukum di kepolisian dan Kejaksaan memenuhi unsur? Tiba-tiba dibebaskan pengadilan. Apa tidak wajar kita pertanyakan?" kata dia.
Ariadi juga mempertimbangkan pihaknya akan mendatangi PN Siak sebagai bentuk meminta klarifikasi langsung dari pihak PN Siak.
Pihaknya akan mempertanyakan banyak hal termasuk tidak konsistennya ketua PN dalam penetapan majelis hakim untuk menangani perkara tersebut.
"Awalnya ke media jelas-jelas dia bilang tidak menunjuk hakim yang pernah menangani perkara DSI, ternyata ketiga-tiganya pernah, ini kan inkonsistensi seorang ketua pengadilan. Ini perlu kita kritisi," kata dia.
Dia juga meminta agar pihak PN Siak tidak arogan dalam menilai komentar anggota dewan.
Menurut dia, jika pihak PN Siak tidak melakukan kesalahan dan pelnggaran kode etik peradilan seharusnya tidak melihatkan arogansinya ke publik.
Reporter: Darlis Sinatra