IKAPI Riau Desak Pihak Terkait Tinjau Ulang Buku Mulok BMR Terbitan Yayasan Gahara
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Riau, Fadillah Om mendesak pihak terkait untuk meninjau ulang penggunaan buku pelajaran muatan lokal (mulok) Budaya Melayu Riau (BMR) yang diterbitkan Yayasan Gahara.
Pasalnya, menurut dia, penerbitan buku tersebut tidak sesuai dengan prosedur maupun mekanisme yang berlaku.
"Bahkan melanggar perundang-undangan yang berlaku. Karena itu buku Mulok Budaya Melayu Riau terbitan Yayasan Gahara itu harus ditarik," kata Fadillah Om dalam pers rilisnya, Jumat (16/8/2019).
Seharusnya, kata Fadillah, yang menyusun kurikulum dan menentukan buku yang dipakai sebagai pegangan materi ajar ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan.
"Nah ini tidak, penerapan Muatan Lokal Budaya Melayu Riau dilakukan oleh Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu (MKA LAM) Riau," ujarnya.
Dan buku yang dipakai adalah buku terbitan Penerbit Yayasan Gahara. Ia menilai kebijakan MKA LAM Riau dalam pelaksanaan dan penerapan Muatan Lokal Melayu Riau tidak sesuai dengan Undang Undang.
"Bahkan kebijakan itu melanggar perundang-undangan yang berlaku," katanya.
Disdik Riau sendiri lewat surat balasan yang ditujukan kepada IKAPI Riau tertanggal 2 Oktober 2018 sudah menarik kata pengantar yang ada pada buku ajar Melayu Riau terbitan Yayasan Gahara.
Disdik dalam surat yang diteken Kepala Disdik Riau Rudyanto menyatakan penarikan kata pengantar itu karena buku Mulok BMR itu dinilai sudah tidak relevan dengan kurikulum KTSP tahun 2013.
Dalam poin kedua, Disdik Riau menyatakan tidak merekomendasikan kepada penerbit tertentu untuk penggunaan buku ajar yang dipakai di sekolah sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Terkait buku BMR yang digunakan tersebut, IKAPI Riau menilai melanggar Undang Undang, yakni Undang Undang Dasar 1945, BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan. Termasuk juga Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab XIV tentang Pengelolaan Pendidikan.
Dengan adanya kesalahan prosedur dalam penerapan dan pelaksanaan mata pelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau, lanjutnya, harus ada tindakan dari pihak-pihak yang berwenang.
"Sehingga pelaksanaan mata pelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau semata-mata dominan Dinas Pendidikan Provinsi Riau dan Dinas Pendidikan kabupaten/kota setempat. Sedangkan organisasi masyarakat dan pihak-pihak lainnya tidak lebih sebagai narasumber," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa muatan lokal merupakan amanah konstitusi yang tertuang dalam dalam Undang-undang. Maka segala pelaksanaannya harus mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku. Jika tidak, maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tersebut tidak boleh dilaksanakan.
"Dalam Undang-undang tersebut dikatakan bahwa yang melaksanakan pendidikan adalah pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota. Demikian juga dalam pelaksanaan dan penerapan mata pelajaran Muatan Lokal, harus dilaksanakan oleh pemerintah," ujarnya.
Reporter: Nurmadi