MA Diminta Koreksi Hakim Agung yang Tangani Kasus Baiq Nuril
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu menilai ada potensi maladministrasi dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril.
"Ya memperhatikan kasus Baiq Nuril menurut pendapatan saya memang ada potensi maladministrai. Tentu kami akan mendalami nanti ada potensi maladministrasi setidaknya ada penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur dalam penanganan kasus ini," ujar Ninik di Jakarta, Minggu (7/7/2019).
Ninik meminta MA untuk segera mengkoreksi hakim agung yang memutus perkara ini. Sebab, kata Nunik, tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang dibuat MA sendiri.
"Karena MA sebagai institusi paling akhir pemberi rasa keadilan Perma Nomor 3 tahun 2017 terkait Penanganan Kasus Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Perma ini kan produk hukum MA sendiri tetapi justru dikesampingkan, nah tentu ini menjadi catatan tersendiri bagi MA untuk segera melakukan koreksi terhadap hakim yang memutus perkara ini," kata Ninik.
Ninik pun menjelaskan terkait Perma tersebut. Dia mengungkap ada kegagalan peradilan dalam membaca kasus ini.
"Jadi di dalam Perma Nomor 3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili kasus perempuan berhadapan dengan hukum antara lain itu ada dimensi kekerasan berbasis gender yang harus menjadi perhatian dari para hakim. Nah kalo ini kemudian tidak mampu diidentifikasi maka terjadi pada kasus Baiq Nuril," jelas Ninik.
"Seseorang yang seharusnya menjadi korban malah diposisikan sebagai tersangka. Ini kegagalan peradilan dalam membaca memposisikan siapa dan kondisi para pihak di dalam kejadian ini," sambung mantan komisioner Komnas Perempuan itu.
Kasus bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepala Sekolah M pada 2012. Dalam perbincangan itu, Kepsek M cerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Pada tahun 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
Awalnya, Baiq Nuril divonis bebas oleh PN Mataram. Kemudian, dalam putusannya, MA menganulir putusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 Ayat 1 junctoPasal 45 Ayat 1 UU ITE. Baiq Nuril dinilai bersalah karena menyadap/merekam tanpa izin telepon atasannya, meski percakapan itu berkonten pornografi.