Wacana Impor Guru Bikin Ngilu
Oleh: Alfira Khairunnisa
Muslimah Peduli Umat Riau/Founder Komunitas Hijrah Rokan Hilir
RIAUMANDIRI.CO - Wacana hangat yang kini tengah diperbincangkan di masyarakat beberapa waktu belakangan hingga kini adalah akan didatangkannya guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia.
Hal ini sontak mengundang beragam reaksi masyarakat hingga ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Hakim angkat bicara. Bagaimana tidak, ditengah kondisi Indonesia yang setiap tahun berhasil mencetak ribuan guru, ternyata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani membuat wacana akan mengimpor guru-guru asing masuk ke Indonesia.
Padahal Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim mengatakan bahwa jumlah guru di Indonesia sudah mencukupi, dan jumlah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan lulusannya terus bertambah setiap tahunnya.
Merujuk kepada data Kemendikbud yang menyatakan pada 2013 terdapat 429 LPTK, terdiri dari 46 negeri dan 383 swasta. Total mahasiswa saat itu mencapai 1.440.770 orang. Jumlah tersebut lebih banyak dibanding 2010 dengan 300 LPTK.
Dengan jumlah mahasiswa 1,44 juta maka diperkirakan lulusan sarjana kependidikan adalah sekitar 300.000 orang per tahun. Padahal kebutuhan akan guru baru hanya sekitar 40.000 orang per tahun (Tirto.id,10/5/2019)
Jikapun misalnya wacana tersebut digulirkan lantaran nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) masih terbilang rendah berarti perlu ada peningkatan kompetensi guru. Salah satunya dengan pemberian pelatihan. Bukan malah impor guru.
Impor Guru Bikin Ngilu
Sungguh, wacana yang telah sampai hingga ketengah-tengah para pendidik negeri ini, membuat ngilu, miris sekaligus meringis. Bagaimana tidak? Para pendidik yang berprofesi sebagai guru ini akhirnya angkat bicara dan mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam atas wacana yang kini ramai diperbincangkan itu.
Tersebutlah para guru honorer yang kesejahteraannya pun masih dipertanyakan hingga kini. Alih-alih mau menginpor guru asing ke dalam negeri, guru yang ada di negeri sendiri belum juga dapat disejahterakan. Padahal Indonesia sendiri memiliki SDM yang memadai.
Seyogianya, pemerintah dapat lebih memperhatikan nasib guru di dalam negeri. Ditengah kondisi ekonomi Indonesia yang tidak begitu baik, angka pengangguran pun cukup tinggi, termasuk para lulusan keguruan yang pada akhirnya menganggur karna kurangnya lapangan pekerjaan bagi profesi guru. Jika kondisinya seperti ini apakah wacana impor guru akan tetap direalisasikan?
Sistem Islam dalam Mengoptimalkan Peran Guru
Sungguh, sistem demokrasi telah gagal dalam mengoptimalkan para lulusan keguruan yang ada. Jikapun pemerintah menganggap bahwa kompetensi guru di Indonesia masih rendah, itu berarti pemerintah tidak dapat mencetak guru yang berkualitas untuk mewujudkan generasi yang tangguh (berkarakter kuat, mampu sebagai problem solver dan meemiliki skill dalam kehidupan)
Padahal pada faktanya, masih banyak guru-guru yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Jika negara saja tidak yakin dengan skill para guru di dalam negeri, lalu bagaimana lagi dengan negara luar? Tentu bisa jadi mereka akan meremehkan guru-guru yang ada di dalam negeri
Melihat bagaimana sistem pendidikan Islam yang dijalankan dalam negara Khilafah pada masa lalu mampu menghasilkan pendidikan berkualitas. Baik kurikulum, pengadaan guru hingga pengelolaan sekolah, diatur sesuai aturan Islam. Perhatian negara pada guru pun begitu besar. Sistem ekonomi yang tangguh mengantarkan negara memiliki anggaran cukup besar bagi pendidikan.
Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25gram emas atau sekitar 31 juta rupiah dengan kurs sekarang). Luar biasa bukan? Bandingkan dengan gaji guru saat ini dalam sistem Demokrasi.
Sistem Islam juga menjaga astmosfir keimanan di tengah-tengah masyarakat. Siapa pun akan menghargai profesi guru. Para guru menyadari betul tugasnya sehingga tidak mempersoalkan di mana pun mereka harus mendidik, karena yang dikendaki adalah kebaikan dari Allah SWT. Maka dimanapun ia ditempatkan, akan selalu siap untuk mengabdi.
Terselenggaranya birokrasi yang bersih dan cepat juga dijamin di dalam Islam, sehingga masing-masing lembaga negara berkerja sama dalam melayani rakyat, tidak saling menyalahkan atau saling lepas tanggung jawab bahkan mereka bekerja keras untuk segera menyelesaikan semua persoalan rakyat.
Maka sudah seyogianya negeri ini mencontoh sebagaimana yang sudah pernah diterapkan di dalam Islam. Hingga keterpurukan di ranah pendidikan harus segera diakhiri. Persoalan impor guru sebaiknya harus kembali memperhatikan berbagai hal. Hingga dapat mencetak guru yang berkualitas tanpa ketergantungan pada asing yang akan merusak kemandirian bangsa, dengan kembali kepada aturan Allah SWT. Walllahu’alam bishawab.***