Sidang Lanjutan PT DSI, Saksi Jimmy Berdebat Panas dengan Yusril Cs
RIAUMANDIRI.CO, SIAK - Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan SK Menhut Nomor 17/Kpts.II/1998 tentang Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) digelar, Selasa (30/4/2019) di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Siak. JPU menghadirkan saksi fakta Jimmy dan 4 saksi lainnya.
Empat saksi lainnya adalah Direktur PT Karya Dayun, Dasrin Nasution, warga Dayun Nainggolan, pemilik awal lahan M Yusuf dan Hasri Saili. Sementara dua terdakwa, Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) Suratno Konadi dan eks Kabag Pertanahan /Kadishutbun Siak Teten Effendi juga hadir didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya, Yusril Sabri dan kawan-kawan.
Sidang tersebut dibuka hakim ketua Roza El Afrina didampingi 2 hakim anggota Risca Fajarwati dan Selo Tantular. Sementara tim JPU hadir Herlina Samosir dan kawan-kawan. Saksi fakta Jimmy mendapat giliran pertama memberikan kesaksiannya pada sidang tersebut.
Dalam sidang itu, Jimmy secara lugas menyebut alasannya melaporkan PT DSI karena Izin Lokasi (Inlok) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT DSI tidak benar sehingga merugikannya. Ia heran, lahan kebun yang dikuasainya di atas alas hak Sertifikat Hak Milik (SHM) berada dalam Inlok dan IUP PT DSI.
"Lahan yang saya miliki saya serahkan ke PT Karya Dayun untuk pengelolaan perkebunan. Bersama dengan warga lain, ada 1.300 Ha lahan yang diserahkan PT Karya Dayun, namun akan diambil alih PT DSI karena dianggap masuk ke izin mereka," kata Jimmy.
Padahal, izin PKH PT DSI tahun 1998 sebelumya sudah 3 kali diberi peringatan oleh Kemenhut. Pada Diktum ke 9 Kemenhut dikatakan, apabila selama 1 tahun izin pelepasan yang tidak digarap maka batal dengan sendirinya.
"Karena saya tahu itu dari perkara perdata sebelumnya. Karena saya tahu ini, saya pelajari, ternyata pengurusan suratnya tidak benar. Kita dapat alat bukti, sudah pernah surat peringatan dari Kemenhut, karena PT itu tidak melaksanakan kewajiban dan diktumnya," kata Jimmy.
Pada 2003 PT DSI mengajukan ke Inlok ke Pemda Siak namun ditolak Bupati Siak Arwin AS. Pada 2004 PT DSI kembali mengajukan Inlok dan tetap ditolak oleh Arwin karena dianggap SK Kemenhut 1998 tentang PKH untuk PT DSI sudah mati.
"Selain itu, peruntukannya juga tidak sesuai. Ada Perda yang mengatur bahwa lahan tersebut peruntukannya untuk perkebunan masyarakat bukan perkebunan besar perusahaan," kata dia.
Pada 2006, Direktur PT DSI Suratno Konadi mengajukan lagi permohononan Inlok dan IUP. Herannya, Pemkab Siak mengeluarkan izin seluas 8.000 Ha.
Berdasarkan keterangan Jimmy, di dalam izin 8.000 Ha itu masuk lahan masyarakat yang dikelola PT Karya Dayun. Sedangkan lahan yang dikelola PT Karya Dayun merupakan lahan masyarakat, termasuk di dalamnya lahan milik saksi seluas 84 Ha.
"Kok bisa keluar? Tadi kan saudara bilang sudah ditolak," tanya majelis.
Jimmy menjawab, karena itu ia heran. Tidak hanya lahannya yang terancam, namun seluruh lahan yang dikelola PT Karya Dayun. Anehnya lagi, pada 2009 keluar lagi IUP untuk PT DSI dari Bupati Siak Arwin AS.
"Sebelumnya kan ada peta inventarisasi yang dikeluarkan Pemda. Pada peta itu sudah banyak lahan masyarakat, salah satunya lahan yang dikelola PT Katya Dayun," kata dia.
Tidak hanya itu, Jimmy juga menjelaskan di dalam izin PT DSI tersebut juga masuk kawasan jalan lintas Mempura, seluas 54 Ha. Jalan pada lahan umum itu sudah dilakukan ganti rugi kepada masyarakat.
"Jalan lintas juga termasuk dalam izin itu, yang setahu saya ada jalan negara yang dilepaskan ke masyarakat sebelumnya," kata Jimmy.
Ia melanjutkan, dengan izin itu PT Karya Dayun digugat oleh PT DSI. Pada tingkat PN Siak, Jimmy dimenangkan PN Siak, sedangkan di PT Riau Jimmy kalah. Saat ini, perkara perdata tersebut masih dalam proses kasasi.
Jimmy juga mengatakan, lahannya tersebut dibeli kepada masyarakat dan mempunyai Sertifikat Hak Milik (SHM).
Pada kesempatan itu, JPU memperlihatkan SK Menhut tahun 1998, Inlok, IUP dan penolakan Pemkab Siak pada 2003 dan 2004. Penolakan itu terjadi karena peruntukan tidak pas, karena bukan untuk perkebunan besar melainkan untuk perkebunan rakyat.
JPU juga mempertanyakan bentuk kerugian Jimmy akibat dikeluarkannya izin untuk PT DSI tersebut. Jimmy menjawab dia mengalami kerugian baik secara moril maupun materil sejak 2010 lalu. Bahkan Jimmy mengakui telah 2 kali dilaporkan oleh PT DSI yakni lada 2010 dan 2017. Karena Jimmy memegang SHM, ia lepas dari berbagai tuduhan di Polda Riau.
Sementara PH terdakwa Teten Effendi dan Suratno Konadi, Yusril Sabri cs sempat terlibat perdebatan panas dengan saksi Jimmy. Kedua pihak diketengahi majelis.
Yusril memperlihatkan surat planologi Kemenhut tahun 2010 yang menyatakan sepanjang belum dicabut SK Menhut nomor 17/kpts.II/1998 tentang pelepasan kawasan hutan masih berlaku sepanjang belum dicabut. Hanya saja surat planologi itu ditandatangani Dirjen.
Terdakwa Suratno Konadi dan Teten Effendi tidak terima keterangan saksi Jimmy secara keseluruhan.
"Banyak keteragan yang tidak benar," kata Surarno.
Reporter: Darlis Sinatra