Sejuta Rakyat Brasil Tuntut Presiden Rouseff Mundur
Rio de Janeiro (HR)-Sekitar satu juta warga Brasil turun di jalan-jalan Sao Paulo, Senin (16/3), menentang Presiden Dilma Rousseff. Perempuan ini dianggap sebagai sumber kekacauan ekonomi serta terlibat skandal korupsi di perusahaan raksasa minyak Petrobas. Mereka menuntut presiden mundur.
Unjuk rasa besar-besaran juga berlangsung di beberapa kota, antara lain di Brasilia. Menurut taksiran petugas kepolisian, unjuk rasa di kota tersebut mencapai 20.000 orang, di pantai Copacabana sebanyak 15.000, Rio de Janeiro dan Salvador de Bahia berjumlah 4.000 orang.
Koresponden Al Jazeera, Adam Raney, yang melaporkan dari Sao Paulo, mengatakan secara keseluruhan mereka berteriak dengan nada yang sama, yakni menentang arah ekonomi kepemimpinan Presiden Rousseff dan partai berkuasa Partai Pekerja (PT).
"Para pengunjuk rasa dalam jumlah besar serempak marah. Mereka muak dengan skandal," kata Raney. Dia mengatakan mata uang Brasil melemah terhadap mata uang asing. Adapun Sao Paulo merupakan pusat ekonomi Negeri Samba sekaligus sebagai basis kekuatan kelompok oposisi bagi Raousseff.
Ribuan warga Brasil yang turun ke jalan tampak menge nakan kaos warna kuning hijau sebagaimana warna bendera nasional. Menurut laporan Al Jazeera, para demonstran itu berteriak menuntut Rousseff yang terpilih kembali sebagai presiden dalam pemilihan 2014 dimakzulkan atau mengundurkan diri.
Di Rio de Janeiro, demonstran mengibarkan bendera nasional Brasil di sepanjang jalan utama pantai Copacabana sembari membawa spanduk berisi slogan perlawanan terhadap Rousseff. "Keluar Dilma, keluar PT," teriak mereka.
Selain menuntut Rousseff mundur, pengunjuk rasa juga mendesak militer melakukan intervensi untuk mengakhiri kekuasaan Partai Pekerja yang telah memegang kekuasaan selama 12 tahun.
Seorang kontraktor bangunan, Alessandro Braga, 37 tahun, yang turut dalam unjuk rasa di Brasilia bersama istri dan putranya mengatakan, "Saya mendukung pengusiran Dilma," ucapnya. "Skandal korupsi terbesar terjadi di pemerintahan tapi dia bungkam."
Puluhan tokoh politik, termasuk sekutu dekat Rousseff dan bekas eksekutif Petrobas saat ini dalam penyelidikan karena diduga mendapatkan gratifikasi dan pencucian uang dari hasil penjualan minyak sebesar US$3,8 miliar atau sekitar Rp5 triliun.(viv/ivi)