Kasus Dugaan Pemalsuan SK Kementerian

Direktur PT DSI Dijebloskan ke Rutan, Eks Kadishutbun Siak Tidak Ditahan

Direktur PT DSI Dijebloskan ke Rutan, Eks Kadishutbun Siak Tidak Ditahan

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Perlakuan berbeda diberikan pihak kejaksaan terhadap dua tersangka dugaan pemalsuan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor: 17/kpts-II/1998. Satu tersangka dijebloskan ke tahanan, seorangnya lagi tidak dilakukan penahanan.

Adapun tersangka yang dilakukan penahanan adalah Suratno Konadi. Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) itu dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIB Siak Sri Indrapura untuk 20 hari ke depan.

Sementara tersangka lainnya adalah Teten Effendi. Saat kejadian itu dia menjabat selaku Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Siak.


Proses hukum terhadap keduanya dilakukan setelah penyidik Polda Riau melimpahkan penanganan perkara ke pihak kejaksaan. Penyerahan tersangka dan barang bukti itu setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21 pada Januari 2019 lalu. 

Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan membenarkan adanya pelimpahan penanganan perkara dari penyidik Polda Riau.

“Hari ini (kemarin,red) dua tersangka dugaan pemalsuan surat menjalani proses tahap II. Mereka berinisial Suratno Konadi dan Teten Effendi,” ujar Muspidauan kepada Riaumandiri.co, Selasa (9/4/2019).

Dikatakannya, tahap II tersebut dilakukan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak. Hal ini, dikarenakan tempat kejadian perkara (TKP) perkara itu terjadi di wilayah hukum Kejari Siak.

"Locus delictinya (TKP, red) di Siak. Maka tahap II-nya di Kejari Siak," imbuh mantan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Pekanbaru itu.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 263 ayat (2) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). "Ancaman hukumannya enam tahun penjara," pungkas Muspidauan.

Terpisah, Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Siak, Zikrullah menyatakan, pihaknya melakukan penahanan terhadap Suratno Konadi. Pernah berstatus buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), menjadi alasan Jaksa menjebloskan anak kandung dari pemilik PT DSI bernama Mery itu ke jeruji besi

"Alasannya, dalam proses penyidikan di Polda Riau memang dia sudah dilakukan 2 pemanggilan hingga diterbitkan DPO. Kami menilai dia itu tidak kooperatif," kata Zikrullah saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Sementara terhadap Teten, tidak dilakukan penahanan. "Semua rangkaian dia ikuti. Sepertinya tidak ada panggilan yang dia tidak penuhi. Penilaian kami pun dia itu kooperatif," sebut dia.

Dengan telah dilakukannya proses tahap II itu, Zikrullah menyebut pihaknya akan segera melimpahkan berkas perkara ke pengadilan. 

Sementara itu, Firdaus Ajis selaku penasehat hukum warga pemilik lahan atas nama Jimmy, menerangkan duduk perkara tersebut. Dikatakan Firdaus, kliennya melaporkan Direktur PT DSI dan mantan Kadishutbun Siak ke Polda Riau karena ada klaim izin Menhut di atas lahan yang dimiliki kliennya.

Pada 2009 PT DSI datang ke lokasi kebun milik kliennya yang dikelola oleh PT Karya Dayun untuk dijadikan kebun sawit. "Ketika itu pengelolaan telah berlangsung kurang lebih lima tahun sehingga pohon sawit telah berusia 3-4 tahun atau berbuah pasir," kata Firdaus kepada Haluan Riau saat dihubungi terpisah.

PT DSI mengaku dan mengklaim lahan kebun milik masyarakat yang dikelola PT Karya Dayun sebagai miliknya. Pihak PT DSI menunjukkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998.

"Selama klien saya membuka perkebunan yang dikelola oleh PT Karya Dayun, tidak pernah mengetahui adanya kepemilikan lain selain tempat dimana klien saya membeli lahan tersebut secara sah," terang dia. 

Karena itu, pihaknya merasa curiga dengan dasar klaim PT DSI, sehingga kliennya meneliti dasar pengakuan dari PT DSI yaitu IPKH Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998. Setelah diperhatikannya izin pelepasan tersebut ternyata penentuan ada pada dictum kesembilan.

"Apabila PT DSI tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada dictum pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan HGU dalam waktu 1 tahun sejak diterbitkannya keputusan itu, maka pelepasan kawasan hutan ini batal dengan sendirinya," beber dia.

Sesuai dengan dasar klaim itu, ternyata PT DSI belum memanfaatkan kawasan hutan sesuai izin tersebut serta tidak menyelesaikan HGU sampai batas waktu yaitu 1 tahun sejak diterbitkan SK Pelepasan, 1 Januari 1998.

"Karenanya klien saya menolak pengakuan atau klaim dari PT DSI," sebut Firdaus.

Akibat penolakan tersebut, PT DSI melakukan upaya hukum gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Siak dengan menggugat PT Karya Dayun meskipun PT DSI mengetahui pemilik asli dari lahan yang digugatnya tersebut bukan PT Karya Dayun. Hal itu sesuai sebagaimana terdaftar di kepaniteraan PN Siak Nomor : 07/PDT.G/2012/PN.Siak tanggal 26 Desember 2012.

Menariknya, pada tingkat PN Siak dan Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru, PT DSI memenangkan perkara tersebut. Pada tingkat Mahkamah Agung (MA) gugatan PT DSI dinyatakan tidak dapat diterima. Akhirnya PT DSI melakukan upaya PK dengan berbagai alasan.

"Atas latar belakang itu klien saya membuat laporan kepada Polda Riau untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan menggunakan surat yang tidak benar," kata dia.

Reporter: Dodi Ferdian



Tags Siak