Fahira Idris: Rakyat Jadi Korban Praktik Jual Beli Jabatan
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Terkuaknya kasus dugaan jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguatkan sinyalemen bahwa sistem rekruitmen pejabat baik di Pusat maupun di daerah belum sepenuhnya bersandar kepada integritas, profesionalitas, dan prestasi pegawai.
"Walau berbagai pembenahan sistem rekruitmen aparatur sipil negara (ASN) terutama pengisian jabatan pimpinan tinggi sudah diterapkan mulai dari secara online dan terbuka serta melalui sistem merit atau berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa membedakan ras, agama, asal usul, jenis kelamin, maupun kondisi kecacatan, tetapi ternyata masih ada saja oknum terutama mereka yang punya pengaruh politik dan kekuasaan mencoba merusak sistem dengan menjadikan uang sebagi syarat pengisian jabatan tertentu", kata Wakil Ketua Komite I DPD RI Fahira Idris, Kamis (21/3/2019).
Menurut Fahira, praktik jual beli jabatan menjadi halangan terbesar dalam reformasi birokrasi karena daya rasaknya begitu besar mengobrak-abrik sistem yang selama bertahun-tahun sudah dibangun. Bagi Fahira, ASN yang mendapatkan jabatan karena membayar atau membeli, orientasi utamanya saat memimpin sebuah instansi adalah bagaimana mengembalikan uang yang sudah dikeluarkannya. Bukan bagaimana melayani rakyat dengan baik dan profesional.
“Rakyat menjadi korban terbesar dari praktik jual beli jabatan ini. Karena orientasi utama ASN yang mendapat jabatan dengan membeli, bukan bagaimana melayani rakyat, tetapi bagaimana balik modal dan mengeruk keuntungan dari jabatannya. Satu-satunya cara adalah dengan korupsi,
karena mengharap besaran gajinya sebagai ASN tidak akan mungkin. Rakyat pasti diabaikan oleh pejabat-pejabat seperti ini,” tukas Senator Jakarta ini.
Muara dari reformasi birokrasi, sambung Fahira, adalah tercipta pelayanan publik yang prima dan pelayaan yang prima hanya bisa tercipta jika dijalankan oleh ASN yang profesional dan berintegritas, terutama ASN yang menduduki posisi strategis baik di daerah maupun di kementerian/lembaga.
Jika mencermati kondisi saat ini, sepertinya praktik jual beli jabatan sudah dalam tahap yang mengkhawatirkan. Pasalnya, dalam dua tahun terakhir saja, KPK berhasil menjerat beberapa kepala daerah yang terlibat jual beli jabatan. Belum lagi masih banyaknya laporan dan pengaduan yang diterima Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) soal jual beli jabatan dari berbagai daerah.
“Jual beli jabatan ini jadi ‘duri’ reformasi birokrasi dan sesegera mungkin harus dicabut agar jalannya birokrasi melayani rakyat tidak terganggu. Ini (menghentikan jual beli jabatan) juga jadi PR besar bagi para kandidat capres/cawapres sebagai salah satu fokus program pemerintahan ke depan,” pungkas Fahira.
Reporter: Syafril Amir