Tidak Periksa Saksi dan Tersangka Korupsi Hingga Pemilu Selesai, Kejati Riau akan Lakukan Ini
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejasaan di Riau tidak melakukan pemeriksaan saksi dan tersangka perkara tindak pidana korupsi hingga proses Pemilu 2019 selesai. Sebagai gantinya, Korps Adhyaksa akan mengoptimalkan pemulihan pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.
Itu sebagaimana kebijakan yang dikeluarkan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI beberapa waktu lalu. Kebijakan itu diambil agar kasus korupsi yang ditangani tidak dijadikan komoditi politik oleh kontestan yang bertarung dalam pemilihan presiden pada 17 April 2019 mendatang.
Kebijakan itu tak membuat Kejaksaan di Riau mengendorkan kinerjanya. Selain berupaya merampungkan berkas perkara yang telah naik di tahap penyidikan, Kejaksaan juga terus mengoptimalkan pemulihan pengembalian kerugian negara akibat perbuatan para terpidana korupsi.
Dikatakan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Subekhan, saat ini pihaknya berupaya melakukan penelusuran terhadap aset terpidana korupsi. Jika ada, akan dilakukan eksekusi barang atau uang pengganti selama pidana pokok belum selesai.
"Misalnya, seorang terpidana itu dihukum tiga tahun. Selama tiga tahun itu dilakukan pengejaran terhadap asetnya. Sehingga pada hari ini, akan dioptimalkan asset tracing (penelusuran aset,red), kemudian melakukan sita eksekusi, dan dilelang. Sisanya berapa, baru nanti diperhitungkan sebagai pidana pengganti," ujar Subekhan, Ahad (17/3/2019).
Menurutnya, kebijakan itu diambil baru-baru ini berdasarkan hasil Rapat Kerja Istimewa (Rakernis) Kejaksaan pada akhir Februari 2019 lalu. Terhadap kebijakan ini kemudian disampaikan kepada seluruh Kejaksaan Negeri (Kejari) termasuk yang ada di Bumi Lancang Kuning.
"Kebijakan ini baru banget. Baru saat rakernis kemarin, beberapa minggu yang lalu. Saat ini kita lakukan evaluasi semuanya," jelas dia.
Lebih lanjut disampaikannya, saat ini terdata sebanyak Rp400 miliar lebih kerugian negara akibat rasuah di Riau. Uang ratusan miliar rupiah ini yang kemudian dicoba diburu pihak Kejaksaan.
"Uang pengganti itu yang terhutang, yang belum selesai itu ada sekitar Rp400 miliar lebih se-Riau. Itulah makanya kita optimalkan di situ. Mungkin kalau ada barangnya, kita sita. Kalau tidak ada, jelas pula statusnya," kata dia seraya mengatakan status dimaksud adalah kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara itu diganti menjadi pidana kurungan badan.
Upaya yang dilakukan itu bukan tanpa kendala. Dikatakannya, di saat ingin mengoptimalkan hal itu, pihaknya kerap berhadapan pada keadaan dimana terpidana rasuah itu tidak lagi memiliki aset dan yang sebanyak yang ditilapnya.
"Seolah-olah Kejaksaan menyimpan uang negara segitu banyak. Padahal itu dilakukan oleh terpidana, dan terpidana itu seringkali tidak memiliki dana itu," sebutnya. "Akhirnya BPK seringkali mengjudge kita terlalu banyak uang negara yang belum bisa diselesaikan," sambung Subekhan menutup.
Reporter: Dodi Ferdian