Komnas PA: Anak-anak Berpotensi Jadi Korban
PEKANBARU- Konflik lahan antara masyarakat di Desa Bonai, Kabupaten Rokan Hilir dengan PT Andika Permata Sawit Lestari mendapat sorotan serius dari Komisi Nasional Perlindungan Anak, karena akibat konflik tersebut sangat berpotensi menjadikan anak-anak sebagai korban.
Hal itu disampaikan Ketua Komnas Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait kepada Haluan Riau saat dijumpai di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (16/12). "Sewaktu terjadi bentrok pada tahun 2013 lalu, puluhan anak tidak bisa sekolah dan mengalami trauma. Ini bisa terjadi kembali jika bentrok fisik terjadi lagi," ujar Aris.
Lebih lanjut, Aris menyatakan permasalahan yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir terkait izin prinsip yang diberikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau terhadap perusahan.
Itu selalu mengabaikan nasib anak. Dimana perusahaan yang diberikan izin, tidak menyediakan fasilitas pendidikan, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya. Disamping itu, kata Aris, izin yang diberikan tak melihat adanya kepentingan warga yang sudah berdiam sejak puluhan tahun di lokasi. Hal ini, sering menimbulkan konflik karena selalu adanya klaim. "Yang menjadi korban adalah anak-anak. Anak tidak bisa sekolah, tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan ketika menjadi korban dan selalu mengalami trauma," tegas Aris.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah harus memperhatikan hal tersebut sewaktu memberikan izin prinsip. Namun, apa diharapkan Komnas PA selalu diabaikan pihak-pihak terkait. "Padahal dalam undang undang sudah dijelaskan, setiap izin perusahaan harus memperhatikan hak anak-anak. Ini tak pernah diperhatikan pemerintah, dan ini banyak terjadi di Riau," ucap Aris.
Dalam kesempatan itu, Aris mendampingi ratusan masyarakat di Desa Bonai yang diintimidasi PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) untuk mengajukan gugatan ke PN Pekanbaru. Didampingi kuasa hukum masyarakat, Mike Mariana Siregar, 650 hektare lahan di desa tersebut sudah diduduki PT APSL. Dimana lahan itu disebut sudah dikuasai dan dimanfaatkan secara melawan hak. "Kasus penguasaan lahan ini sendiri sudah ditangani Polda Riau. Penyidik dikabarkan sudah menetapkan tersangka. Adapun dugaannya adalah melakukan tindak pidana pengrusakan lahan perkebunan," terang Mike.
Selain menggugat PT APSL, warga juga menggugat Pemerintah Rokan Hulu dan Rokan Hilir, karena memberikan izin prinsip perusahaan tersebut. "Bupati di dua pemerintah tersebut mengeluarkan izin prinsip dan lokasi, tanpa terlebih dahulu memastikan status tanah dan penyelesaian ganti rugi terhadap warga, yang telah mengupayakan lahan a quo sejak tahun 1997," terang Mike.
Dengan adanya gugatan tersebut, masyarakat setempat meminta PN Pekanbaru mencabut dan membatalkan segala izin-izin yang berkaitan dengan lahan perkebunan atas nama PT APSL. "Kemudian, kami meminta pengadilan menyatakan perbuatan PT APSL yang melakukan pengrusakan dan pemanfaatan lahan perkebunan di tanah masyarakat adalah perbuatan melawan hukum," terang Mike.
Pada tahun 2013 lalu, bentrokan antara Pam Swakarsa PT APSL dan masyarakat sempat pecah. Puluhan anak sempat diungsikan. Atas kejadian itu, puluhan rumah masyarakat porak-poranda. (dod)