Temuan BPK Terbanyak di Dinas PUPR Riau
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kepala Inspektorat Provinsi Riau, Evandes Fajri mengatakan, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebesar Rp972 miliar paling banyak pada alokasi anggaran infrastruktur yang terdapat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau.
"Yang paling banyak temuan BPK itu terdapat di Dinas PUPR. Ada temuan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Tapi itu temuan lama, kalau yang tahun 2017 dan 2018 sudah selesai," kata Evandes, Kamis (31/1/2019).
Evandes mengatakan, temuan sebesar Rp972 miliar itu sudah ditindaklanjuti. Namun yang sudah selesai sesuai rekomendasi BPK baru Rp615,2 miliar.
"Yang sudah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebesar Rp615,2 miliar atau sebanyak 1.722 poin dari total 2.697 rekomendasi BPK," katanya.
Sedangkan, lanjut Evandes, yang belum sesuai atau masih proses ada sebanyak 805 rekomendasi atau Rp356,4 miliar.
"Kalau yang belum ditindaklanjuti sama sekali ada 79 rekomendasi atau Rp796,8 juta. Ini yang coba kita selesai sesuai jadwal yang sudah disepakati dengan BAP DPD RI pada Juni nanti," paparnya.
Selain itu, sebut Evandes, ada juga temuan yang tidak dapat ditindalanjuti sebesar Rp10,1 juta atau 91 rekomendasi.
"Yang tak bisa ditindaklanjuti ini karena ada kesalahan rekomendasi atau perhitungan angka-angka BPK, tapi setelah kita cek tidak ada," ujarnya.
Disinggung soal sanksi pejabat yang belum menindaklanjuti temuan BPK tersebut, Evandes mengaku sebagian sudah menjalani proses hukum, bahkan yang bersangkutan sudah dibebaskan. Namun temuan BPK ini masih saja muncul di audit BPK.
Temuan sebanyak BPK tersebut merupakan temuan sejak 10-15 tahun lalu. Dimana saat itu Gubernur Riau masih dijabat Saleh Djasit, Rusli Zainal dan Annas Maamun.
"Memang temuan ini ada indikasi kerugian negara. Tapi temuan itu waktu gubernur Riau zaman pak Saleh Djasit, Rusli Zaenal dan Annas Maamun," terangnya.
Evandes menyatakan, temuan BPK ini memang sulit untuk ditindaklanjuti, selain sudah lama, juga yang bersangkutan ada yang meninggal dunia dan ada rekanan yang lari.
"Temuan ini ada yang rekanan lari. Karena sudah lama memang yang Rp300 miliar ini susah untuk ditindaklanjuti, ada orangnya (pejabat) sudah meninggal, ada juga yang sudah putusannya inkrah dan yang bersangkutan sudah menjalani masa tahan, tapi temuan BPK masih muncul, tentu mereka tak mau ganti rugi," paparnya.
Untuk temuan yang melibatkan pejabat, tambah Evandes, prosesnya melalui Majelis Pertimbangan Ganti Rugi (MPGR). Proses ini, sebut dia, nanti yang bersangkutan dipanggil untuk mempertanyakan berapa kerugian negara yang diperbuatnya, lalu disidang dan diminta jaminan.
"Jaminan itu misalnya jaminan surat tanah atau rumah sesuai dengan kerugian daerah berdasarkan rekomendasi yang menjadi temuan BPK," ungkap dia.