Lulusan SMK Dominasi Pengangguran Terbuka Riau
Oleh: Nelayesiana Bachtiar, SST, MM
Fungsional Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru
RIAUMANDIRI.CO - Generasi muda dianggap sebagai agent of change (agen perubahan). Banyak tuntutan prestasi serta kiprah mereka dalam pembangunan, kualitas kemampuan serta kecakapan menjadi peran penting. Hal ini tentunya bergantung pada latar belakang pendidikan, pekerjaan yang layak serta kemampuan perekonomian yang memadai.
Kehadiran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi salah satu program untuk menciptakan tenaga kerja produktif yang memiliki keterampilan serta keahlian khusus, yang diharapakan siap terjun ke dunia kerja.
SMK menjadi harapan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan mennengah sebagai lanjutan dari pendidikan tingkat pertama. SMK hadir dengan berbagai banyak sekali program keahlian dan keterampilan khusus. Peningkatan keterampilan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, sehingga diharapkan tidak ada tenaga terampil yang mengganggur.
Namun, persoalannya justru karakteristik penggangguran Indonesia dan Riau khususnya, dengan pendidikan tinggi namun mengganggur. Faktanya, justru lulusan SMK menjadi penyumbang terbesar dalam tingkat penggangguran terbuka.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data survei angkatan kerja nasional pada Agustus 2018, angka penggangguran Riau bertambah sebanyak 8,24 ribu orang dibanding tahun 2017. Tingkat penggangguran Terbuka (TPT) Riau didominasi lulusan SMK sebesar para generasi yang nyata-nyata memiliki keahlian khusus dengan tamatan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), namun justru mendominasi penyumbang penggangguran di antara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 10,66 persen.
Sementara itu, TPT Sekolah Dasar (SD) ke bawah paling kecil di antara semua tingkat pendidikan, yaitu sebesar 2,97 persen. Secara keseluruhan, tingkat pengangguran terbuka Riau sebesar 6,20 persen pada Agustus 2018.
TPT adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja.
TPT di perkotaan tercatat lebih tinggi dibanding di perdesaan. Pada Agustus 2018, TPT di wilayah perkotaan sebesar 8,87 persen, sedangkan TPT di perdesaan hanya sebesar 4,41 persen.
Dibandingkan setahun yang lalu, TPT di perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,38 poin. Sedangkan TPT perdesaan meningkat sebesar 0,21 poin.
Sejalan dengan itu, penyerapan tenga kerja Riau didominasi oleh pendidikan SD ke bawah sebesar 34, 64 persen.
Kondisi ini menunjukkan adanya fenomena pengangguran terdidik, tentunya menghambat upaya Riau untuk bersaing di kancah global dan merengkuh puncak pembangunan.
Terkuaknya lulusan SMK menjadi penyumbang terbesar angka pengangguran Riau, tentunya menjadi persoalan yang harus diketahui faktor penyebabnya, dihaparakan mendapati solusi ke depannya.
Kurangnya sarana dan prasarana yang lengakap dan memadai bisa menjadi salah satu penyebanya. Hal ini dapat membuat siswa kurang terampil dalam praktek lapangan, hanya banyak menguasai teori.
Kurang bahkan belum adanya penjembatanan antaran lulusan SMK dengan kebutuhan penyedia lapangan kerja, belum lagi persoalan kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan standar.
Kualitas siswa lulusan tentu tidak terlepas dari kualitas pengajar, beberapa pengajar SMK banyak menguasai teori tanpa pernah langsung berkecimpung di dunia industri.
Para pengajar kurang diberi bekal memadai untuk menguasai ilmu dasar dan perkembangan keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja. Alhasil, kecepatan kebutuhan dunia usaha tidak terikuti.
Peran Kebijakan
Persoalan ini tentunya tidak hanya menjadi beban pemerintah semata, justru harus menjadi pekerjaan rumah bersama.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK bisa menjadi salah satu solusi untuk menekan angka pengangguran lulusan SMK. Inpres tersebut dikeluarkan pada tanggal 9 September 2016 di Jakarta dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM).
Presiden menginstruksikan untuk menyusun peta kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK, penyempurnaan dan penyelarasan kurikulum SMK disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja, peningkatan kompetensi tenaga pengajar, menjembatani kerja sama dengan pemerintah daerah serta dunia usaha, peningkatan akses sertifikasi dan akreditasi lulusan SMK, selanjutnya pembentukan kelompok kerja pengembangan SMK.
Di sisi lain, peran pemerintah daerah diminta untuk memberi kemudahan masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan SMK yang bermutu, serta peningkatan sarana dan prasarana yang memadai dan berkualitas.
Sinergi antar pemangku kepentingan mejadi peluang untuk memperbaiki kualitas SDM Riau. Tentunya, kebijakan yang simultan dan komprehensif serta kerja keras pemerintah perlu disertai sikap optimistis segenap insan. Dengan begitu, bukan mustahil generasi Riau berkualitas dapat terwujud, dapat bersinar di kancah internasional.