Jubir BPN Prabowo: Jokowi Dikritik Soal Ketidaktahuan Aturan Grasi Baiq Nuril
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade menanggapi kritik Fadli Zon ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal grasi Baiq Nuril. Andre mengatakan yang dikritik Fadli bukan kepedulian presiden kepada Nuril, melainkan ketidaktahuan Jokowi soal aturan grasi di kasus Nuril.
"Bang Fadli itu bukan mengkritik soal kepedulian Pak Presiden kepada Bu Nuril, kalau kepedulian kita, saya rasa seluruh kita rakyat Indonesia merasa peduli dengan Bu Nuril. Kondisi yang dialami Bu Nuril tentu kita prihatin, kita mendukung agar Bu Nuril mendapatkan proses hukum yang transparan dan berkeadilan," ujar Andre seperti dilansir detikcom, Kamis (22/11/2018).
"Yang Bang Fadli kritik itu bukan Pak Presiden membela Bu Nuril, yang Bang Fadli kritik itu ketidaktahuan presiden dan istana mengenai Undang-undang nomor 22 tahun 2002, ini yang dikritik Bang Fadli, bukan kepedulian presiden, ini yang harus dibedakan," lanjut Andre.
Andre melanjutkan, selain ketidaktahuan Jokowi soal grasi, Fadli juga mengkritik lemahnya tim hukum istana. Padahal menurut Andre, Jokowi sudah menggunakan teks saat mengomentari kasus Nuril.
"Kalau kita lihat komentar presiden itu, presiden sudah baca contekan loh, viral loh, bahwa Pak Jokowi mengomentari kasus Bu Nuril ini kan sudah baca contekan. Yang menjadi viral bagaimana setiap bicara Pak Jokowi melihat contekan di tangannya," katanya.
Andre menilai Jokowi tetap salah dalam menginterpretasikan Undang-undang nomor 22 tahun 2002 tentang grasi meski sudah membaca teks. Menurut undang-undang tersebut, grasi tidak tepat diberikan ke Nuril yang hanya divonis 6 bulan penjara.
"Grasi itu bisa diberikan terhadap terpidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara paling rendah 2 tahun. Nah padahal Ibu Nuril itu kan mendapatkan hukuman pidana kan 6 bulan (penjara), jadi grasi tidak bisa diberikan sesuai Undang-undang Nomor 22 tahun 2002, kecuali presiden bikin Perppu dulu dong untuk ganti undang-undang," ucapnya.
Andre menilai, yang cocok buat Nuril bukan lah grasi, melainkan amnesti yang diberikan presiden. "Jadi seharusnya presiden bisa memberikan amnesti, presiden bisa memberikan amnesti, bukan grasi tepatnya," tuturnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, amnesti merupakan pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
Sedangkan dalam UU Darurat No 11/1954 tentang Amnesti dan Abolisi, menyebutkan bahwa akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang yang diberikan amnesti dihapuskan. Amnesti juga bisa diberikan presiden kepada seseorang tanpa harus pengajuan terlebih dahulu.
Sebelumnya, Fadli Zon menyebut pernyataan Jokowi yang meminta Baiq Nuril mengajukan grasi jika upaya peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung ditolak membuat bangsa malu.
"Menurut saya, pernyataan Presiden ini menimbulkan kita, ya, sebagai bangsa malulah sebenarnya," kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11).
Fadli menilai Jokowi seharusnya memahami hal-hal yang sangat dasar ini.
"Seharusnya memang di tim kepresidenan itu mempunyai tim yang kuat di bidang hukum dan konstitusi sehingga Presiden itu tidak boleh salah dalam urusan-urusan yang basic seperti ini," ujar politikus Gerindra itu.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin membela. Menurut juru bicara TKN Jokowi-Ma'ruf, Ace Hasan Syadzily, Jokowi berfokus pada penegakan keadilan dalam hukum. Politikus Golkar itu mengatakan hal tersebut tak seharusnya jadi persoalan.
"Ini bukan soal grasi atau bukan. Ini soal seseorang yang ingin mendapatkan keadilan hukum," kata Ace kepada wartawan, Rabu (21/11).