PN Kabulkan Gugatan Tiga Dokter Terhadap RSUD Arifin Achmad
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru mengabulkan gugatan perdata dari tiga penggugat, yakni, dr Kuswan A Pamungkas, SpBP-RE, dr Weli Zulfikar, SpB(K)KL dan Dr drg Masrial, SpBM, terhadap tergugat I Badan Layanan Umun Daerah (BLUD) RSUD Arifin Achmad dan tergugat II, CV Prima Mustika Raya (PMR), dalam sidang yang digelar di PN Pekanbaru, Rabu (14/11/2018).
Kuasa hukum para tergugat, Firdaus Azis, SH, MH, dalam keterangannya kepada Riaumandiri.co, Jumat (16/11/2018), menjelaskan, gugatan yang dikabulkan majelis hakim PN Pekanbaru adalah, pertama, pihak tergugat diwajibkan membayar utang kepada pihak penggugat sebesar Rp460 juta.
Kedua, tergugat diwajibkan membayar bunga kepada penggugat sebesar 18 persen per tahun, terhitung mulai diajukannya gugatan ke pengadilan hingga keluarnya keputusan berkekuatan hukum tetap.
Ketiga, tergugat wajib membayar dwangsom (uang paksa) sebesar Rp1 juta per hari jika terjadi keterlambatan pembayaran sejak ada putusan tetap. Dan terakhir, menghukum tergugat untuk membayar biaya peradilan sebesar Rp1.256.000.
"Jadi, semua gugatan pokok dari klien saya dikabulkan hakim. Hanya gugatan immateril sebesar Rp150 miliar yang tidak dikabulkan hakim," ujar Firdaus Azis.
Dikatakan Firdaus, dasar hakim mengabulkan gugatan tersebut adalah, perbuatan pinjam-meminjam antara dokter dan rumah sakit adalah perbuatan hukum yang sah. Sementara, perbuatan RSUD dengan CV PMR yang mengadakan barang terhadap barang yang dimiliki oleh dokter, merupakan perbuatan melawan hukum.
"Maka hakim menghukum tergugat I dan II untuk membayar kekurangan bayar sebanyak 460 juta rupiah kepada para penggugat dan menghukum tergugat I dan II untuk membayar bunga sebesar 18 persen per tahun sejak didaftarkannya gugatan ke pengadilan hingga putusan berkekuatan hukum tetap," katanya.
Dalam kesempatan itu Firdaus juga menjelaskan, bahwa perkara ini berawal dari persoalan pinjam meminjam atau utang piutang antara BLUD RSUD Arifin Achmad dengan dokter. Pada saat itu, tepatnya 2012-2013, pengadaan barang untuk alat kesehatan (alkes) di RSUD tidak ada. Padahal untuk menangani pasien, seperti operasi atau yang mengalami kecelakaan, dibutuhkan alkes.
"Karena di RSUD Arifin Achmad, alkes yang dibutuhkan saat itu tidak ada, maka dengan berbagai janji, dipakailah alkes milik dokter. Pemakaian ini sudah berlangsung bukan sekali dua kali, tapi sudah ratusan kali. Hingga kemudian muncul persoalan hukum," kata Firdaus.