Kalah Prapid, Polda Riau Siapkan Sprindik Baru untuk Harris Anggara
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Untuk sementara, Harris Anggara alias Liong Tjai bisa bernapas lega karena menang praperadilan yang menggugurkan status tersangkanya. Menanggapi hal itu, penyidik dalam waktu akan kembali menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuknya.
Harris sebelumnya sempat dinyatakan buron dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Status yang disandang salah satu tersangka pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Inhil itu disematkan karena yang bersangkutan mangkir dari panggilan penyidik Polda Riau.
Kondisi ini dimanfaatkan Dirut PT CKBN itu untuk mengajukan upaya hukum praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Hasilnya, upaya itu membuahkan hasil.
"Hasil putusan praperadilan, hakim mengabulkan permohonan pemohon (Harris Anggara, red). Pengadilan memerintahkan Polda Riau selaku termohon, untuk mencabut status pemohon sebagai tersangka," ujar Humas PN Pekanbaru, Martin Ginting.
Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Riau Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, juga mengakui pihaknya kalah prapid melawan Harris Anggara. Kendati begitu, pihaknya akan melakukan penyidikan ulang dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru.
"Kita lakukan penyidikan ulang dan menerbitkan sprindik baru," tegas Gidion.
Dalam penyidikan perkara ini, sejumlah pihak telah dipanggil untuk dimintaiketeangan. Salah satunya, Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad. Politisi PDI Perjuangan itu diketahui telah beberapa kali menjalani pemeriksaan. Terakhir, dia diperiksa pada Kamis (18/10). Seperti sebelumnya, dalam perkara itu Muhammad masih berstatus sebagai saksi.
Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
Dalam laporan LSM tersebut, Muhammad ketika menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.
Pada Kontrak rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Kemudian pada item pekerjaan timbunan bekas galian, dipastikan fiktif. Karena pengerjaan galian dan penimbunan tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Semestinya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
Namun menariknya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Bahkan, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah serta penimbunan kembali galian tanah. Namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900.
Reporter: Dodi Ferdian