Akhmad Muqowam: DPD RI Akan Pantau Setiap Pembuatan Perda
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Sejak beberapa tahun terakhir, banyak ditemukan peraturan daerah (Perda) bermasalah. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2018 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), DPD RI diberikan wewenang dan tugas baru untuk melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah (Raperda) dan peraturan daerah tersebut.
Demikian dikatakan Wakil Ketua DPD RI Akhmad Muqowam dalam seminar nasional bertajuk ‘Relasi Baru DPD dan DPR di UU MD3’ yang diselenggarakan HMJ Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, IAIN Salatiga, Selasa (30/10/2018).
Diungkapkan Muqowam, Perda bermasalah itu sesuai temuan KADIN sebanyak 1006 Perda yang memberatkan dunia usaha, penelitian Komnas perempuan menemukan 421 Perda diskriminatif, dan Kementerian Keuangan menemukan 4000 Perda.
"Kemendagri sebelum Putusan MK Nomor 137/PUU-XII/2015 telah membatalkan 3200-an Perda. “Kemudian Kementerian Keuangan meminta Kemendagri untuk mencabut dengan mengkaji dan mengevaluasi perda dan hasilnya 1000 perda dibatalkan,” ujar Akhmad Muqowam.
Akhmad Muqowam menjelaskan, dalam pengujian Raperda dan Perda pasca UU Nomor 2 Tahun 2018, standar pengujian yang dilakukan DPD RI yaitu kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan, kejelasan rumusan, pemenuhan asas materi muatan, potensi disharmoni dan efektivitas implementasi.
“Lingkup tugas DPD RI adalah melihat ketaatan dan kesesuaian proses penyusunan Raperda, serta melihat pelaksanaan Perda dan menilai dampak dan efektifitas Perda,” ujar senator dari Jawa Tengah ini.
Muqowam menambahkan pola kerja dalam pemantauan tersebut dilakukan anggota DPD RI di setiap provinsi dengan melaksanakan kegiatan pengumpulan data, rapat kerja dengan pemerintah daerah dan/atau DPRD provinsi, kabupaten, dan kota serta melakukan kunjungan kerja.
“Semua temuan tersebut akan dibahas dalam Panitia Urusan Legislasi Daerah atau PULD yang baru dibentuk dan evaluasinya akan dibahas serta dilaporkan di Sidang Paripurna DPD yang kemudian akan dijadikan rekomendasi ke DPR, Pemerintah Pusat, dan/atau pemerintahan daerah,” urai Muqowam.
Reporter: Syafril Amir