Tahun Depan Swasta Diperbolehkan Kelola Bandara

Tahun Depan Swasta Diperbolehkan Kelola Bandara

RIAUMANDIRI.CO, MANADO - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan sedang menyusun peraturan presiden mengenai skema pendanaan infrastruktur lewat skema Limited Concession Scheme (LCS). Dengan skema tersebut nantinya swasta dimungkinkan mengelola aset negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam jangka waktu tertentu.

Sebagai gantinya, investor harus membayar uang muka dalam jumlah besar (upfront cash) di awal kerja sama sebagai "pendapatan diterima di muka". Pendapatan tersebut nantinya akan digunakan pemerintah untuk membiayai proyek infrastruktur baru.

Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan beleid tersebut diharapkan terbit akhir tahun. Saat ini draf beleid tersebut tinggal menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo. 


"Konsepnya sudah ada sejak 2016, tapi draf awalnya baru dirumuskan April 2017. Semoga bulan depan sudah keluar aturannya, atau paling tidak sebelum akhir tahun ini," jelasnya di sela-sela Rembuk Nasional Kemandirian Ekonomi untuk Indonesia Maju, Manado, Sabtu (27/10).

Wahyu mengatakan kalau berhasil diselesaikan, pemerintah akan langsung tancap gas menyerahkan pengelolaan aset negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada swasta. Tapi, pelepasan pengelolaan tersebut akan dilakukan pada bandara saja. 

Daftar bandara yang bisa "dipinjam" investor tersebut saat ini tengah disusun oleh Kementerian Perhubungan. 

Wahyu merinci beberapa poin penting akan tertuang di dalam perpres yang saat ini sedang dirumuskan. Pertama, aset negara yang bisa dikelola oleh swasta adalah Barang Milik Negara (BMN) yang dikelola oleh BUMN dan BMN yang dikelola instansi lain kecuali yang dikelola Kementerian Keuangan. 

Selain itu, akan ada sebuah institusi yang menampung serta mengelola upfront cash yang diterima. Institusi itu bisa berupa Badan Layanan Umum (BLU) baru di bawah Kemenkeu atau perluasan fungsi dari BLU yang sudah ada.

Sebab, jika pendapatan BMN tidak dikelola oleh institusi tersendiri, maka uangnya akan masuk ke kas negara. Jika itu terjadi, maka uangnya akan tercampur dengan pos pendapatan lainnya dan alokasinya tak bisa dipantau. 

Padahal, pendanaan dari skema LCS ini harus digunakan demi pembiayaan proyek infrastruktur yang lain. Nantinya, pendapatan negara dari konsesi bandara akan dialokasikan lagi untuk pengembangan bandara lainnya. 

Bandara-bandara yang masuk di dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) akan menjadi prioritas dari pendanaan LCS. 

"Setelah itu, bandara yang tidak termasuk di dalam PSN bisa didanai oleh uang hasil LCS. Kemudian, kalau sudah semua, baru bisa digunakan untuk pembiayaan proyek lainnya," imbuh dia.

Wahyu mengaku sudah menanti-nanti perpres ini lantaran Kemenhub juga sudah menunggu uluran tangan swasta untuk membiayai proyek mereka. Menurutnya, sejauh ini sudah banyak investor yang menyatakan minat untuk mengelola bandara di Indonesia. 

Investor yang berminat tersebut antara lain; Vinci Airports dari Perancis, Mitsui dari Jepang, hingga GMR Group dan GPK dari India.

Wahyu mengatakan penerimaan yang dihasilkan dari LCS cukup menjanjikan. Ia berkaca pada skema serupa di Serbia yang bisa mendapatkan penerimaan dua kali lipat dari estimasi.

Di Amerika Selatan rata-rata pendapatan yang bisa didapat dengan skema LCS mendapat upfront cash sebanyak 16 kali lipat dari estimasi semula.

Hanya saja, pengelolaan bandara tersebut ada batasnya. Investor hanya boleh mengelola seluruh jasa kebandarudaraan kecuali ruang udara. Sebab, itu bisa melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

"Yang penting skema ini tidak menabrak aturan lain yang berkaitan," pungkas dia.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan kebutuhan pendanaan bagi infrastruktur mencapai Rp4.796,2 triliun hingga 2019 mendatang. Dari angka tersebut, kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya Rp1.980,83 triliun atau 41,3 persen saja.