Fadli Zon: Memberantas Hoaks Jangan Gunakan Standar Ganda
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua DPR/anggota MPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon mengatakan masalah hoaks adalah masalah bersama. Untuk itu, pemberantasan hoaks harus mempunyai standar yang sama.
“Jangan menggunakan standar ganda,” tegas Fadli Zon dalam diskusi Empat Pilar MPR bertema ‘Ancaman Hoaks Dan Keutuhan NKRI” di Media Center MPR/DPR/DPD, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Jumat (5/10/2018).
Pria berdarah Minang itu mengakui juga menjadi korban hoaks. Diungkapkan ada 6 hoaks yang menimpa dirinya dan telah dilaporkan kepada aparat kepopolisian. Pertama dilaporkan tanggal 1 Mei 2017.
Meski sudah melaporkan kepada polisi, namun belum satu pun diproses oleh pihak kepolisian. Dia membandingkan dengan kasus pengusutan Ratna Sarumpaet yang begitu cepat ditangani pihak kepolisan, yaitu kurang dari 24 jam sudah tuntas dengan mengumpulkan barang-barang bukti.
"Saya memuji sekali langkah kepolisian yang begitu cepat menangani kasus RS (Ratna Sarumpaet -red) ini. Seharusnya semua masalah diusut seperti itu. Kalau polisi melakukan semua kasus ditangani seperti ini maka polisi Indonesia mungkin nomor satu di dunia,” ujar alumni London School of Economics and Political Science itu.
Dia sangat mendukung pihak kepolisian untuk mengusut sampai tuntas kasus Ratna Sarumpaet tersebut. "Saya sangat setuju kasus ini diusut sampai tuntas untuk mengungkap dibalik kasus kebohongan yang dilakukan RS," ujar Fadli Zon.
Fadli menjelaskan bahwa selama ini dia percaya kepada Ratna Sarumpaet. Menurut Fadli, banyak perjuangan yang dilakukan aktivis perempuan itu yang disampaikan ke DPR, seperti membela warga Kampung Aquarium Jakarta dan masalah tenaga kerja.
Menurut Fadli, sebagai wakil rakyat dirinya mempunyai kewajiban untuk menerima semua pengaduan masyarakat. “Kewajiban kita menerima aduan dari masyarakat dan selanjutkan kita sampaikan kepada pihak yang terkait," jelasnya.
Untuk memverifikasi pengaduan tersebut bukan tugas DPR. "Karena itu, sebelum pemberitaan meluas, dia sudah meminta Ratna Sarumpaet melaporkan kasus yang dihadapinya ke pihak kepolisian. "Saya sudah meminta RS melapor ke polisi dan melakukan visum bila benar-benar dianiaya orang," ungkap Fadli Zon.
Begitu juga dengan sikap Probwo Subianto yang begitu cepat merespon pengakuan RS yang mendapat penganiayaan, Fadli Zon menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan Prabowo betul-betul sebagai tindakan kemanusiaan.
Dirinya mencontohkan bagaimana Prabowo Subianto menolong TKI yang hendak dihukum mati di Malaysia. Langkah yang dilakukan itu berhasil sehingga mampu menyelamatkan warga Indonesia di negeri jiran. “Tak ada niat apa pun kecuali membantu kemanusiaan,” tuturnya.
Atas sikap bohongnya Ratna Sarumpaet, dirinya sangat menyesalkannya. “Kita tak menyangka orang sekritis itu melakukan kebohongan”, sesal Fadli Zon.
Komarudin Watubun, anggota MPR Fraksi PDIP menganggap masalah Ratna Sarumpaet adalah masalah yang biasa. “Lebih penting peduli pada musibah bencana yang terjadi di Indonesia,” ungkapnya.
Kasus itu membesar menurutnya karena ada orang-orang besar yang dibohongi. Karena yang membela kubu Prabowo Subianto membuat isunya menjadi ramai.
Watubun tak khawatir dengan masalah itu. Dikatakan sebenarnya Prabowo Subianto dan Joko Widodo telah memberi teladan persatuan bagi bangsa Indonesia. Dituturkan saat Asian Games mereka berdua berpelukan. “Itu pesan perdamaian,” tegasnya.
Pakar psikologi politik Prof. Hamdi Muluk mengatakan, bila masyarakat ingin berpolitik dengan wawasan yang maju dan hasil yang maksimal maka semua harus mengedepankan adu gagasan dengan basis pada data dan fakta. “Hal demikian akan membawa masyarakat dan bangsa kepada hal yang lebih baik,” ujarnya.
Dengan menggunakan data dan fakta menurut Hamdi akan menjauhkan bangsa ini dari godaan informasi yang tak berbasis pada data dan fakta. “Hoaks itu sesuatu yang tak ada data dan faktanya,” paparnya.
Masalah hoaks perlu diseriusi, dicegah, sebab dampak dari berita yang tak berdata dan berfakta itu bisa memicu kerusuhan sosial. Hamdi menceritakan, kerusuhan yang terjadi di negara Rwanda yang menyebabkan disintegrasi bangsa dikarenakan hoaks yang disebarkan oleh media. “Jadi jelas, hoaks bisa menimbulkan perpecahan dan konflik”, kata pria kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat ini.
Reporter: Syafril Amir