Kejati Riau Belum Bisa Tarik Gaji PNS Korup yang Telanjur Dibayarkan

Kejati Riau Belum Bisa Tarik Gaji PNS Korup yang Telanjur Dibayarkan

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau belum bisa menarik gaji pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tersandung kasus korupsi, yang sudah terlanjur dibayarkan. Pasalnya, hingga kini belum ada permintaan dari Pemprov, dan belum ada landasan hukumnya.

Dikatakan Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan, meski PNS yang tersandung korupsi itu sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap, namun pihaknya tak bisa menarik gaji yang telah terlanjur dibayarkan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya, harus ada SK pemecatan terhadap PNS yang tersandung korupsi tersebut. Lalu, ada permintaan penarikan dari Pemprov Riau.


Sejauh ini kata Muspidauan, Pemprov Riau belum memintai bantuan ke Kejati Riau untuk penarikan gaji PNS korupsi tersebut.

"Sebelum itu, tentu akan ada pembahasan secara bersama terlebih dahulu," ujar Muspidauan kepada Riaumandiri.co di ruangannya, Senin (17/9/2018).

Lebih lanjut dicontohkan, jika seorang PNS dinyatakan inkrah melakukan korupsi pada Januari 2018. Lalu, SK pemecatannya dikeluarkan oleh pemerintah pada September 2018. Dari Januari ke September, PNS tersebut masih terima gaji.

"Kalau berdasarkan aturan hukum positif, gaji dari Januari ke September tak bisa ditarik. Karena SK pemberhentiannya baru keluar pada September," terang Muspidauan.

Hal itu mengingat asas hukum yang berlaku di Indonesia, di mana, suatu aturan tak bisa berlaku surut. Kecuali kata Muspidauan, ada aturan seperti surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), untuk memperbolehkan aturan berlaku surut.

"Kalau ada surat edaran atau semacam keputusan dari Kemendagri, kami bisa lakukan penarikan gaji yang sudah terlanjur dibayarkan. Itu pun kalau Pemprov Riau meminta bantuan kepada Kejati melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) untuk penarikan itu," kata dia.

Untuk diketahui, berdasarkan informasi  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Riau terdapat 190 PNS yang menyandang status koruptor. Dari Pemprov Riau saja terdapat 10 PNS korup. Setelah diverifikasi didapati angka 27 orang dan setelah dicek ulang menjadi 23. Sisanya tersebar di beberapa kabupaten/kota.

Sudah terbit pula, surat keputusan bersama (SKB) tiga Menteri (Mendagri, Menpan-RB dan Kepala BKN) tentang penegakan hukum terhadap PNS yang sudah berkekuatan hukum tetap. Dan harus diiringi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

SKB tiga menteri berisi lima poin dengan target pelaksanaan PDTH rampung sampai Desember 2018. Atau ada aturan hingga 2 Desember nanti proses PTDH sudah diterapkan. Selain itu, jika ASN bolos karena harus menyelesaikan persoalan hukum berturut-turut 45 hari, maka pada hari ke-46 sudah bisa disetop pembayaran gajinya sembari menunggu proses pemberhentian.

Namun selama ini, hal tersebut tak diterapkan oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah berdalih persoalan pemberhentian terkendala karena kelengkapan administrasi berupa putusan pengadilan atas inkracht seorang PNS yang bermasalah dengan hukum, sulit diperoleh. 

Menurut Kejati Riau Uung Abdul Syakur, sesuai aturan sebenarnya hal ini bisa dikoordinasikan bersama. "Sebenarnya melalui PP 53 tahun 2010, 46 hari ASN tak masuk kerja maka sudah bisa diberhentikan. Inspektur provinsi dan kabupaten/kota harus mencermati. Sebetulnya ketika seseorang terlibat tindak pidana korupsi, apalagi tersangka dan sudah ditahan, tentu tak harus menunggu inkrah baru gajinya dihentikan," kata Uung baru-baru ini.

Harusnya kata Uung, ketika sudah ada persoalan hukum terhadap ASN, pemerintah daerah dapat mengikuti aturan tersebut. Hal inilah yang menurutnya menjadi penegasan dalam SKB yang didukung penuh KPK RI tersebut. Karena, ketika seseorang sudah tersandung hukum, apalagi korupsi, maka bisa dipastikan perlu waktu lama dalam rangkaian proses hukumnya.


Reporter: Dodi Ferdian



Tags Korupsi