Polri: Kasus Munir Tidak Pernah Ditutup
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Arief Sulistyanto menegaskan, upaya pengungkapan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib masih berjalan. Ia menegaskan, kasus itu tidak pernah ditutup.
"Jadi di dalam penyidikan itu tidak ada buka dan tutup. Ini kami tidak pernah menutup karena di dalam penyidikan tidak ada konsep buka dan tutup," ujarnya di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (7/8/2018).
Arief menjelaskan, sejak tahun 2004, yakni saat Polri menerbitkan surat perintah dimulai penyidikan (SPDP) ke kejaksaan selaku jaksa penuntut umum, kasus itu dimulai. Selama itu, Arief mengklaim, Polri sudah melakukan langkah signifikan dalam proses penyidikan kasus itu.
Arief mengungkapkan, Polri telah memberkas perkara sebanyak empat berkas perkara seluruh tersangka, salah satunya Pollycarpus. Menurut Arief, semua tersangka itu sudah menjalani proses hukum semestinya. "Sehingga itu adalah hasil penyidikan oleh Polri," ucapnya.
Arief pun menegaskan, apabila ditemukan fakta baru (novum) maka Polri akan melanjutkan penyidikan. "Sehingga tidak ada istilah kapan dibuka. Kami tidak pernah membuka dan menutup," ujar Arief.
Arief pun menegaskan kasus ini masih berjalan bila ditemukan bukti baru tadi dan ditemukan fakta hukum baru untuk pengembangan kasusnya. Novum inilah yang kata dia sedang dicari Polri. Arief mengingat, pada tahun 2004, ia merupakan salah satu tim penyidik kasus tersebut. Ia mengakui kasusn ini meripakan kasus yang sangat rumit.
"Sehingga ini sekarang tidak ada penutupan perkara, tidak ada karena masih terus berkembang," katanya.
Arief juga menyinggung soal dokumen tim pencari fakta (TPF) yang kerap dipermasalahkan karena tidak diketahui keberadaannya saat ini. Menurut Arief, polisi tidak serta merta berpegang pada dokumen itu. Ia menegaskan, polisi bertugas berdasarkan ada dan tidaknya fakta hukum yang baru. Arief juga menegaskan, ia tidak akan terpengaruh dengan 'aroma' politik yang menyertai kasus ini.
"Saya tidak bicara politik. Saya bicara masalah penegakan hukum," kata dia.
Bebasnya salah satu tersangka, yakni Pollycarpus pada 29 Agustus 2018 lalu membuat kasus kematian Munir semakin dipertanyakan. Pollycarpus divonis 14 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam pembunuhan Munir pada 7 September 2004. Usai mendapat remisi 4 tahun, mantan pilot maskapai Garuda Indonesia itu bebas murni pada 29 Agustus 2018 lalu.
Berbagai pihak menilai, kasus Munir tidak hanya boleh berhenti di Pollycarpus saja. Namun, kasus perlu diungkap hingga ke orang-orang di belakang Pollycarpus. Ketua Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam menilai, Bareskrim tidak perlu mengulang dari awal untuk melanjutkan pengungkapan kasus tersebut. Menurut dia, banyak hal yang masih bisa ditelusuri Bareskrim sebagai novum atau fakta hukum.
Choirul juga memandang, Bareskrim tidak perlu menunggu legalitas dokumen TPF. Bareskrim cukup menindaklanjuti dokumen dokumen yang belum ditelusuri. Misalnya, kata Choirul, adalah dokumen rekaman Pollycarpus dengan orang-orang lainnya yang terkait, misalnya Muchdi Purwoprandjono.
"Jadi perintahnya kapolri terhadap Kabareskrim harus dimaknai secara luas. salah satunya adalah menyusuri kembali dokumen-dokumen tersebut, fakta itu ada di kepolisian. Kasus munir harusnya gampang, tidak susah, kenapa? semua fakta dan doumennya ada," ujarnya menambahkan.