Fahri Hamzah: KPU Terintimidasi KPK
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) terintimidasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam membuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Filsafat mengatakan bahwa hukum itu punya Tuhan. Karena hukum itu punya Tuhan, maka berhati-hatilah manusia yang akan mengambil hukum itu sebagai mekanisme untuk saling mengatur di atas muka bumi ini," kata Fahri dalam diskusi bertema “Polemik PKPU (Caleg Koruptor dan Calon DPD)”, di Media Center DPR RI, Selasa (4/9/2018).
Pembicara lainnya yang tampil dalam diskusi tersebut anggota Komisi II DPR RI Henry Yosodiningrat (PDIP), anggota Bawaslu Rahmat Bagja dan calon anggota DPD RI Abdullah Puteh.
“Maka filsafat hukum, teori-teori yang luhur tentang hukum itu yang turun kepada kita seperti adagium, in dubio pro reo, lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada salah menghukum satu orang. Itu adalah keluhuran dari Tuhan yang tidak ada lagi sekarang di Indonesia,” papar Fahri.
Karena itu, lanjut politisi dapil NTB itu, tiba-tiba turun perdebatan ngaco terkait Peraturan KPU (PKPU). Menurutnya, itu lebih akibat didikti oleh kekuasaan absolut yang bernama KPK. Di sini, Fahri berharap agar Bawaslu harus kekeuh, pasalnya KPU dalam hal ini adalah KPU yang terintimidasi.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Henry Yosodiningrat mengatakan, pihaknya paham betul riwayat PKPU tersebut. Jika rapat konsultasi terkait dengan PKPU, baik pemerintah maupun DPR RI, sebetulnya menolak itu. Kemudian jika dikatakan sudah ada kesepakatan antara KPU, pemerintah dan DPR RI, bahwa itu lebih kepada semangat antikorupsi. Namun jika dituangkan dalam PKPU nanti dulu.
Pasalnya, PKPU itu adalah di bawah undang-undang, sementara KPU adalah pelaksana undang-undang. Ketika membuat aturan PKPU itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, tidak boleh bertentangan dengan UU tentang Pemilu. Sehingga apabila ada satu peraturan KPU yang bertentangan dengan undang-undang tentang pemilu maka batal demi hukum.
“Jadi tidak perlu dibatalkan, artinya dengan sendirinya tidak berlaku. Tetapi KPU tetap dalam istilah memaksakan kehendaknya. Saya katakan tidak berarti bahwa saya ini tidak antikorupsi, semua kita sepakat semangat antikorupsi, tetapi tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Kecuali kalau yang bersangkutan sudah dijatuhi hukuman dan hakim yang mencabut hak politiknya untuk jangka waktu tertentu,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.
Sementara itu anggota Bawaslu Rahmat Bagja menegaskan bahwa Bawaslu tetap berpegang teguh dengan UU dan mengabaikan PKPU yang melarang mantan napi koruptor jadi caleg.
Dia mengungkapkan proses pengesahan PKPU tersebut di Kementerian Hukum dan HAM. Menurut dia, Kemenkumham juga berkeberatan dengan pasal PKPU yang melarang mantan napi jadi caleg. Tapi akhirnya Kemenkumham mengesahkan dengan terpaksa setelah mendapat ancaman dari KPU.
"Akhirnya Menkumham menyelesaikan dengan terpaksa. Karena muncul nada ancaman dari KPU. Jika Menkumham tidak sahkan, maka Menkumham menganggu proses tahapan (pemilu). Ada teman-teman KPU yg mengatakan, tidak bisa, ini akan ganggu proses tahapan," ungkap Bagja.
Reporter: Syafril Amir