Relawan Gempa Lombok Berharap Status Bencana Nasional
RIAUMANDIRI.CO, MATARAM - Sejumlah relawan yang membantu penanganan gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, berharap pemerintah segera menetapkan status bencana nasional terhadap situasi yang terjadi di wilayah tersebut.
"Bila ditetapkan sebagai bencana nasional, maka penanganan bisa lebih cepat. Bantuan dari luar juga lebih mudah masuk," kata Komandan Posko Induk Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sutaryo saat ditemui di Mataram, Selasa (21/8/2018).
Sutaryo mengatakan masih banyak korban terdampak gempa yang belum menerima bantuan. Bantuan yang disalurkan ACT sendiri belum bisa menjangkau korban yang berada di beberapa wilayah yang terisolasi.
Hal serupa disampaikan Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center Nusa Tenggara Barat, Muslimin. Melihat dampak yang diakibatkan gempa, dia berharap pemerintah segera menetapkan status bencana nasional di Lombok.
"Korban terus bertambah, kerusakan semakin banyak. Bahkan sudah merembet ke wilayah lain seperti Pulau Sumbawa. Apalagi, gempa juga terjadi terus menerus," katanya.
Muslimin berharap pemerintah lebih mendahulukan kepentingan masyarakat terdampak gempa melalui penetapan status bencana nasional. Apalagi beredar kabar bahwa alasan pemerintah belum menetapkan status bencana nasional karena
mempertimbangkan aspek ekonomi seperti sektor pariwisata.
Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan sejak tsunami Aceh 2004, belum ada bencana yang terjadi di Indonesia ditetapkan sebagai bencana nasional.
Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional karena saat itu pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota lumpuh dan tidak berdaya sehingga diserahkan kepada pemerintah pusat.
Semua tugas pemerintah daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum, bukan hanya bencana saja.
"Potensi nasional sekarang masih mampu mengatasi bencana Lombok tanpa menyatakan sebagai bencana nasional," katanya.
Menurut Sutopo, penetapan status atau tingkat bencana didasarkan pada lima variabel utama, yaitu jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana dan dampak sosial yang ditimbulkan.
"Namun, indikator itu saja tidak cukup. Ada indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian pemerintah daerah," jelasnya.
Sutopo mengatakan bila kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan, maka penetapan status bencana nasional belum perlu dilakukan.