NASA Beberkan Perubahan Permukaan Daratan Akibat Gempa Lombok
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Laporan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyebutkan bahwa gempa Lombok pada awal Agustus dengan berkekuatan tujuh pada skala Richter menyebabkan kenaikan daratan pulau tersebut setinggi 25 sentimenter.
"Berdasarkan pola deformasi pada peta, para ilmuwan menyimpulkan pergeseran bidang patahan akibat gempa terjadi pada patahan di bawah bagian barat laut Pulau Lombok dan menyebabkan kenaikan permukaan daratan sampai 10 inci (25 sentimeter)," demikian dimuat pada situs NASA.
Data baru satelit digunakan NASA untuk membuat peta perubahan bentuk daratan Lombok setelah gempa yang telah menewaskan 436 orang dan jumlah pengungsi mencapai 352.793 orang sampai hari Senin (13/8).
Mengapa perubahan permukaan daratan terjadi?
Gempa di Lombok ini terjadi disebabkan oleh pelepasan energi setelah terakumulasi selama ratusan tahun. Gejala alam seperti gempa memang dapat menyebabkan penurunan, selain juga kenaikan daratan.
"Kulit kerak permukaan bumi terbagi dalam beberapa blok lempeng. Kalau dia saling bertumbuk satu sama lain akibat dibawa sama cairan di bawahnya itu, nah itu saling nabrak. Ada yang naik, ada yang turun," kata Agustan, peneliti geodesi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Di daerah Lombok, Flores, Bali ada semacam tektonik lempeng kecil, bagian blok permukaan yang kecil. Ini saling tubrukan. Sumbernya berasal dari patahan Flores," Agustan menjelaskan.
Data satelit yang digunakan NASA ini dipandang mewakili dengan baik apa yang terjadi pada Gempa Lombok karena menjelaskan secara visual perubahan bentuk yang terjadi akibat gempa.
"Terdapat perubahan bentuk, terdapat perubahan dimensi dari bagian utara Pulau Lombok. Jadi yang dimaksud dengan deformasi adalah perubahan bentuk yang berlangsung secara tiba-tiba akibat gempa," kata Irwan Meilano, dosen geodesi Institut Teknologi Bandung.
"Ada dua bagian lapisan yang berlainan, lempeng tektonik yang berbeda, yang berada di utara Pulau Lombok dan di Pulau Lombok. Tiba-tiba bagian yang atas dari kedua lapisan tersebut, tiba-tiba naik dengan sangat cepat. Tiba-tiba ada sebuah lapisan tanah yang bergeser tiba-tiba naik ke atas dan juga bergerak horizontal.
Nah pergerakan yang tiba-tiba, yang vertikal dan horizontal ini, kemudian menghasilkan guncangan yang keras," Irwan menerangkan.
Salah satu hal yang terungkap dari peta satelit NASA ini adalah kenaikan daratan Pulau Lombok sampai 25 cm. Apakah ini suatu hal yang luar biasa?
"Kalau di gempa itu suatu hal yang sangat biasa. Karena mekanisme gempa ada beberapa macam. Ada yang namanya subduksi, ada yang namanya patahan strike slip. Semua mekanisme gempa itu, jenis-jenis tabrakan itu akan menyebabkan perbedaan permukaan. Kadang dia naik, kadang dia turun," kata Agustan.
Pada berbagai gempa lain di Indonesia, seperti di Aceh, Mentawai atau Nias misalnya terjadi kenaikan dan juga penurunan yang lebih besar, tidak hanya puluhan centimeter seperti di Lombok.
"Jenis gempa yang modelnya thrusting atau kemudian sesar naik, itu akan menyebabkan kenaikan uplift dan juga akan menyebabkan penurunan atau subsidence. Kita telah menemukan beberapa fakta yang sama di beberapa kejadian gempa.
Ketika Gempa Aceh yang kita adalah juga uplift di sekitar Pulau Simeuleu, tetapi kita menemukan subsidence yang sampai ratusan senti, sampai 1,2 meter di sepanjang garis pantai di Aceh," kata Irwan Meilano.
Dampaknya ke penduduk
Kenaikan daratan setinggi 25 cm dipandang tidak terlalu menyebabkan pengaruh kepada penduduk yang hidup di Lombok. Sebagian besar warga menjadi korban bencana lebih karena rubuhnya bangunan.
"Kalau kita lihat dari citra satelit, memang luas daerahnya. Pusat utamanya di pesisir utara, pantai. Dia tidak kembali ke keadaan sebelumnya, Jadi begitu dia patah dan naik, dia akan begitu terus. Kalau sudah terjadi deformasi permukaan nggak ada yang bisa dilakukan, paling cuma bisa adaptasi," kata Agustan dari BPPT.
"Tapi 25 cm sih nggak begitu ini sih yah. Kalaupun ada jejaknya, rupture di daerah batas mana naik mana turunnya itu mungkin yang tanahnya akan kelihatan retak," Agustan menjelaskan lebih jauh.
Salah satu contoh ekstrem adalah penurunan sebagian daratan akibat Gempa Aceh tahun 2004 yang menyebabkan penduduk kehilangan tanah terganti laut.
Sementara kenaikan daratan bisa menyebabkan garis pantai menjadi maju, seperti yang terjadi di Gempa Nias tahun 2005 yang menyebabkan kenaikan 2-3 meter.
Tetapi kenaikan 25 cm dipandang tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari penduduk karena terjadi secara bersamaan, kata Irwan Meilano dari ITB.
"Apakah kemudian ini berdampak pada proses rekonstruksi, menurut saya tidak terlalu berdampak. Skala dari kenaikannya bersifat massive. Jadi kenaikannya tidak satu rumah, satu rumah tidak naik. Tetapi kemudian naik bersama-sama."
"Yang harus diperhatikan adalah apabila kemudian rumah yang akan kita bangun kembali dekat dengan tebing yang kemudian bisa longsor," kata Irwan Meilano.