Selama Buron, Deki Tetap Kerja sebagai Mualim Kapal
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Sejak dinyatakan buron, Deki Bermana tetap menjalani aktivitas sebagai mualim kapal dan hidup berpindah-pindah tempat. Hingga akhirnya, dia diringkus tim dari Kejaksaan dan syahbandar di Pelabuhan Tanjung Benoa, Denpasar, Bali, Sabtu (4/8/2018) siang sekitar pukul 11.45 WITA.
Deki merupakan satu dari sekian pesakitan yang dinyatakan bersalah melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) ilegal senilai Rp1,3 trilun. Pada perkara itu, Deki merupakan Mualim I Kapal MT Santana milik PT Pelumin yang bertugas memuat BBM jenis premium dan solar milik PT Pertamina dengan rute pengangkutan dari Dumai ke Pelabuhan Sungai Duku, Pekanbaru.
Sempat divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada 12 Agustus 2015 lalu, dia akhirnya dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) RI, dan dijatuhkan vonis selama 7 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 1 tahun penjara. Selain itu, dia diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara Rp547.137.000.000 subsider 2 tahun penjara. Vonis MA itu tercantum dalam putusan Nomor 2621 K/Pid.Sus/2015 tanggal 24 Agustus 2016.
"Pasca divonis bebas (oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru), dia kembali bekerja di kapal (sebagai Mualim), dan berpindah-pindah. Karena hidup di laut, dia beralasan tidak mengetahui adanya vonis MA itu," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Pekanbaru, Ahmad Fuady, Minggu (5/8/2018).
Pekerjaan yang dilakoni Deki selama buron juga mengangkut minyak. Hal itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, Deki yang juga pernah bekerja sebagai Mualim I SPOB Melisa milik PT Agni Jaya Kesuma itu, memang mengantongi sertifikat khusus sebagai mualim kapal minyak.
"Saat ditangkap, kapalnya baru nyandar (berlabuh,red) di Pelabuhan Tanjung Benoa dari Sulawesi. Sulut (Sulawesi Utara,red)," tambah Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru Sri Odit Megonondo.
Usai ditangkap, Deki kemudian diterbangkan ke Jakarta. Di sana, Tim dari Kejati Riau dan Kejari Pekanbaru telah menunggunya, untuk selanjutnya dibawa ke Pekanbaru.
"Sabtu malam sekitar pukul 23.00 WIB, kita sampai di Kejari Pekanbaru. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesehatan. Sekitar pukul 23.45 WIB, dia (Deki, red) kita eksekusi ke Lapas (Lembaga Pemasyarakatan,red) Gobah (Klas IIA Pekanbaru)," imbuh mantan Kasi Intel Kejari Rokan Hilir (Rohil) itu.
Selain Deki, perkara ini juga menjerat pesakitan lainnya, Achmad Mahbub alias Abob dan Dunun (swasta) yang divonis 17 tahun penjara. Lalu, Yusri (pengawas penerimaan dan penimbunan di Depot Siak) yang dipidana 15 tahun penjara. Juga, Arifin Ahmad (PHL TNI AL) dan Niwen Khairiah (PNS Pemerintah Kota Batam) yang masing-masing divonis 10 tahun penjara.
Kasus penyelundupan BBM ilegal senilai Rp1,3 triliun di Batam ini disidik oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Saat itu, Deki merupakan tersangka terakhir yang ditetapkan oleh penyidik.
Pengungkapannya bermula dari laporan PPATK kepada Polri. Saat itu, lembaga telik sandi keuangan tersebut, menemukan rekening gendut milik Niken Khairiah. Setelah melalui serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan, Polisi akhirnya menahan Niwen pada 28 Agustus 2014.
Setelah ditelusuri aliran dana Rp1,3 triliun yang masuk ke rekening Niwen, berasal dari kakaknya, Achmad Mahbub alias Abob. Dana itu berasal dari kasus bahan BBM ilegal yang juga berkaitan dengan kasus pencucian uang.
Kasus ini juga menjerat sejumlah nama lainnya, seperti Wahyudin, Joko Lelono, Sunarto Alfaris, Muhamad Hadi Adha, Chaerul Fajar, Mufti Amrilah, Daniel Tariman, Maman Abdul Rachman, dan Usman Langkana, dan Wahyono (telah meninggal dunia/Kapten MT. Santana). Selain itu, kasus ini juga menyeret empat orang anggota TNI AL. Diantaranya, Antonius Manullang, Guntur Hadi Permana, dan Fajar Adha.
Deki Bermana sendiri merupakan terpidana ke-12 yang berhasil dieksekusi Kejari Pekanbaru pada tahun 2018 ini. Masih ada 6 terpidana yang masih buron, dan masih terus dilacak keberadaannya.
Reporter: Dodi Ferdian