Diduga Tanah Warga Merbau Diperjualbelikan
BUNUT (HR)- Diduga ratusan hektare lahan kelompok tani milik masyarakat Desa Merbau, Kecamatan Bunut digarap hingga diperjualbelikan oleh oknum masyarakat Desa Sungai Ara, Kecamatan Bunut.
Akibatnya, masyarakat Desa Merbau dan anggota kelompok tani tidak terima dan menuding oknum masyarakat Desa Sungai Ara telah melakukan penyerobotan lahan secara sepihak. Hal itu menjadi polemik yang kian memanas dan di prediksi jika Pemkab Pelalawan tidak tegas dan cepat mengambil kesimpulan dan memberikan solusi akan menjadi bom waktu, meledak dan menjadi pertikaian berdarah.
"Ini akan menjadi polemik yang tak berkepanjangan jika Pemkab Pelalawan tidak tegas dan berlaku adil dalam upaya penyelesaian konflik tapal batas ini. Padahal, jika merujuk kepada referensi yang kami pegang, soal tapal batas ini telah disepakati dua desa yang termaktub dalam berita acara tertanggal 16 Mei 2005 lalu," jelas Penjabat Kades Merbau Edi Maskur, Minggu (8/3).
Dijelaskan Kades yang telah bertungkus lumus mempertahankan hak-hak masyarakat desanya itu, dalam berita acara kesepakatan tapal batas itu ada poin yang menegaskan dan menjadi keputusan bersama dua desa. Yakni, Tapal Batas antara Desa Merbau, Kecamatan Bunut, dengan Desa Sungai Ara, Kecamatan Pelalawan, adalah 3.650 meter terhitung dari pinggir Sungai Kampar ke arah Desa Merbau adalah wilayah Desa Sungai Ara dan selanjutnya wilayah Desa Merbau.
Berita acara tapal batas itu dibubuhi tanda tangan kedua kepala desa yang menjabat saat itu, yakni Kades Merbau Baharuddin dan Kades Sungai Ara Khaidir. Berita acara diperkuat oleh tanda tangan BPD kedua desa dan mengetahui kedua Kecamatan Bunut dan Pelalawan. Saat itu Camat Bunut diemban oleh Zulhelmi dan Camat Pelalawan dijabat oleh Tengku Mukhlis.
"Konflik ini terjadi karena oknum warga Desa Sungai Ara melakukan penyerobotan di luar dari keputusan penyelesaian tapal batas tahun 2005 tersebut. Otomatis, yang namanya hak kita akan pertahankan hingga tetesan darah terakhir.
Celakanya, lahan yang diserobot itu diperjual belikan ke pihak investor lain yang akan dijadikan perkebunan kelapa sawit. Ini kan sudah bentuk penzaliman dan kesewenangan, merampas hak milik orang lain," sergahnya.
Merunut referensi lainnya, yakni dalam tombo kitab pusako lamo Hukum Adat Petalangan yang turun temurun, juga secara tegas telah dinyatakan bahwa tapal batas antara kawasan adat Petalangan dengan adat Pesisir, adalah sepenggualan gondang basah, seontangan tali bintik dan tigo tahun beladang padi. Artinya, gondang atau gendang alat kesenian tradisionil suku Petalangan ini dicelupkan ke air, kemudian dipukul dari bibir sungai Kampar dan sejauh mana bunyi pukulan itu terdengar, maka disitulah tapal batas kawasan Pesisir, selanjutnya menjadi wilayah kawasan Petalangan.
Konflik terus memanas, pada Sabtu (7/3) puluhan anak kemenakan dalam kawasan Pebatinan Bunut menemui Kades Merbau untuk memberikan dukungan dan semangat. Rombongan yang dipimpin oleh Batin Bunut Arifin dan Penghulu Mudo Lubuk Keranji ini secara tegas akan mempertahankan hak masyarakat adat sekaligus lahan milik kelompok tani.
Arifin mengharapkan, Pemkab Pelalawan bisa berlaku arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Sehingga, konflik yang telah berkepanjangan ini bisa menghasilkan keputusan yang tidak merugikan kedua belah pihak, terutama masyarakat desa Merbau.
Asisten I Pemkab Pelalawan Hadi Penandio saat dikonfirmasi melalui sambungan telpon tidak ada jawaban, kendati ponselnya dalam kondisi aktif. Pun begitu, pesan singkat berisi konfirmasi tak ada jawaban.(zol)