Erdogan: AS Lancarkan Perang Psikologi ke Turki
RIAUMANDIRI.CO, ZAMBIA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdo?an mengatakan perselisihan antara Turki dan Amerika Serikat mengenai pastor Amerika yang dipenjara, Andrew Brunson, dan ancaman sanksi dari Washington, adalah ‘perang psikologi’. Hal itu, kata dia, tak akan mengintimidasi pihak Turki.
“Menurut pendapat saya, ini semua adalah bagian dari perang psikologi," katanya kepada wartawan di Zambia sebelum kembali ke Ankara, Sabtu (29/7) waktu setempat seperti dilansir di Hurriyetdailynews.
Pendapat Erdogan mengacu pada pernyataan dari Presiden AS Donald Trump, Wakil Presiden AS Mike Pence, dan Kementerian Pertahanan AS.
Trump dan Pence pada Kamis (26/7), mengancam Turki dengan sebuah sanksi. Sanksi itu akan diberlakukan jika Brunson, yang diberikan tahanan rumah pada 25 Juli setelah tinggal di balik jeruji besi selama hampir dua tahun atas tuduhan terorisme, tidak dibebaskan.
Meskipun pernyataan-pernyataan yang disampaikan dengan kata-kata keras dari kedua belah pihak, Menteri Pertahanan AS Jim Mattis, pada Jumat (27/7) mengatakan, militer kedua belah negara tetap dalam kondisi baik. Kedua pihak melakukan kegiatan patroli bersama di kota Manbij, Suriah utara.
Kongres AS sendiri telah menyiapkan RUU pertahanan yang akan memblokir transfer jet tempur F-35 ke Turki, kecuali jika Ankara membebaskan warga dan karyawan AS yang dipenjarakan itu.
Erdogan mengatakan Turki akan menggunakan arbitrase internasional jika penjualan jet F-35 ke Ankara diblokir. Ia mengaku tak akan mengambil langkah mundur ketika menghadapi sanksi. "Mereka seharusnya tidak melupakan mereka akan kehilangan pasangan yang tulus," ungkap Erdogan.
Selain itu, Erdogan meyakini, akan ada alternatif yang menjadi solusi ketika memang sanksi itu diberlakukan oleh AS. "Jika sampai pada titik itu, ada alternatif. Kami akan melanjutkan dengan kesabaran. Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa kita tidak hidup di dunia tanpa alternatif,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan memberi sanksi Turki atas penahanan seorang pendeta AS. Pendeta tersebut ditahan karena dicurigai sebagai mata-mata.
Trump mengatakan, Andrew Brunson (50) yang saat ini ditahan, telah menderita setelah menghabiskan 18 bulan di penjara Turki. Dengan alasan masalah kesehatan, ia pun dipindah menjadi tahanan rumah awal pekan ini.
Trump pun memberikan dukungannya melalui cicitan yang ia tulis di akun Twitter-nya, Kamis (26/7). Dalam cicitannya, Trump menggambarkan Brunson sebagai orang yang tidak bersalah dan beriman.
"Amerika Serikat akan memberlakukan sanksi besar pada Turki atas penahanan lama mereka terhadap Pendeta Andrew Brunson, seorang Kristen yang hebat, seorang pria keluarga dan manusia yang luar biasa," tulis Trump di aku Twitter-nya seperti yang dilansir Sky News, Kamis (26/7).
Jika terbukti sebagai mata-mata, Brunson yang menyangkal semua tuduhan yang diberatkan padanya, bisa menerima 20 tahun tambahan hukuman penjara. "Dia sangat menderita. Orang yang tidak bersalah ini harus segera dibebaskan!," katanya.