Berhaji Baru Sebatas Formalitas
RIAUMANDIRI.CO - Setiap tahun, Alhamdulillah umat islam Indonesia menunaikan ibadah haji sekitar 200 ribu jamaah. Guru besar Uin Syarif Hidayatullah, Prof. DR Nazarudin Umar yang juga imam besar Mesjid Istiqlal mengatakan: “Perjalanan haji yang kaya dengan nilai-nilai spiritual harus benar-benar membawa pulang haji Mabrur. Setelah sekian banyak dana yang dikeluarkan dan sekian tahun pula lamanya menunggu, setelah berkesempatan ke tanah suci jangan-jangan pulang hanya membawa haji Mardud atau sekedar haji Makbul.
Haji Makbul yaitu ibadah hajinya sekedar mamenuhi syarat dan rukun. Haji Mardud, yaitu haji yang ditolak karena tidak memenuhi syarat dan rukun. Sedangkan haji Mabrur adalah haji yang diterima, salah satu ukuran utamanya yaitu setelah kembali ke tanah air terlihat perubahan kearah yang lebih baik dari sebelum naik haji.
Kehadirannya di tengah masyarakat sungguh dinanti, menjadi pionir dalam menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam. Haji mabrur menjadikan mereka agen-agen perubahan, menjadi teladan dalam masyarakat, beretika, punya rasa peduli sekaligus punya rasa malu.
Ketika saat ini negeri kita sedang dilanda krisis terutama krisis kepemimpinan dan krisis moral, maka kehadiran saudara-saudara kita yang berpredikat haji sangatlah tepat, karena akan menjadi pionir menciptakan perubahan dan perbaikan di negeri ini.
Itulah harapan kita. Namun sepertinya harapan tinggal harapan, masih jauh panggang dari api. Kalau kita analisis dengan angka-angka, jika setiap tahun sekitar 200 ribu jamaah pergi haji, dan dihitung dari 15 tahun terakhir, sudah ada sekitar 3 juta umat berhaji.
Jika haji mereka berpredikat mabrur, tentu sangat membantu terhadap pengurangan krisis moral di bangsa ini. Namun seperti peribahasa; maksud hati ingin memeluk gunung apa daya gunung meletus. Artinya harapan tinggal harapan.
Ternyata angka maksiat, kemungkaran maupun amoral berbanding lurus pula dengan peningkatan jumlah orang berhaji. Kita lihat orang hebat dan orang pintar semakin banyak tapi minus moral.
Orang-orang yang terlibat pidana terutama koruptor ternyata perpendidikan tinggi dan beragama islam yang sudah naik haji dan sering umrah. Yang menyedihkan lagi, justru tokoh-tokoh islam termasuk ketua partai dan elite-elit politik perilakunya sudah jauh dari ajaran islam ( fitnah, bohong, kebencian, konflik dan seterusnya) sudah jadi berita dan tontonan masyarakat, dan sedikitpun tak punya rasa malu.
Dari fakta di atas, tak salah jika banyak orang dan pengamat mengatakan bahwa kualitas atau predikat haji anak bangsa ini selama 15 tahun terakhir baru sebatas haji makbul, setidak-tidaknya belum banyak yang mabrur, sebab kehadiran jamaah haji kita belum mampu membawa prubahan yang signifikan terhadap perilaku anak bangsa.
Hakikat ibadah haji baru untuk diri sendiri (pakai huruf H didepan nama, peci putih, dipanggil pak haji/bu hajjah) belum masuk ke masyarakat luas. Inilah yang disebut barhaji baru sebatas formalitas.
Pertanyaannya, sampai kapan kondisi ini terjadi? Renungan buat kita semua terutama yang sudah pernah naik haji, apalagi yang barkali-kali.
Mudah-mudahan semua alumni haji dan yang kembali besok ini menyadari bahwa haji mabrur itu salah satu ukuran utamanya adalah membawa perubahan sekembali ke tenah air. Perubahan kualitas ibadah kepada Allah, dan perubahan kualitas hubungan sesama manusia (bermasyarakat).
Semoga haji tahun ini mendapatkan haji mabrur semua, Insya Allah.
Penulis: Drs. H. Iqbal Ali, MM
Ketua Dewan Pembina IKMR Riau, Mubaligh IKMI Riau