Tokoh yang Satu Ini Dinilai Sangat Cocok Jadi Cawapres Jokowi
RIAUMANDIRI.CO, BANDUNG - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dinilai sangat cocok menjadi "kingmaker"--mengusung figur yang kuat sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo--sehingga lebih berpeluang memenangkan Pilpres 2019.
Menurut Peneliti Pusat Studi Reformasi Birokrasi dan Lokal Governance Yogi Suprayogi Sugandi PhD, Airlangga sendiri telah melakukan upaya tersebut dengan mempertemukan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang dengan Joko Widodo, beberapa waktu lalu.
Yogi mengatakan, Joko Widodo yang akan mencalonkan diri menjadi Presiden RI, memang membutuhkan calon wakil presiden yang mampu menghadapi industrialisasi di masa depan.
"Dalam hal ini, Airlangga dinilai cocok mendampingi Jokowi," ujar Yogi kepada wartawan di acara saat menjadi pemateri pada diskusi politik bertema "Partai Golkar dan Peta Politik Jawa Barat Menuju Pemilu 2019" di Bandung, Kamis (19/7/2018).
Namun, kata dia, berkaca pada sejumlah pilkada di Indonesia, isu program calon pemimpin kebanyakan tertutupi oleh isu identitas. Karenanya, figur yang lebih dikenal dan kuat, dinilai lebih berpengaruh pada elektabilitas pasangan calon.
Yogi mengatakan, tantangan Indonesia selanjutnya memang untuk menghadapi industrialisasi dan Airlangga menjadi tokoh yang terpercaya dalam menghadapi masa tersebut. Oleh karena itu, Airlangga menjadi tokoh yang terpercaya dalam menghadapi masa tersebut.
Sementara menurut Pengamat politik dan dosen FISIP Universitas Padjadjaran, Antik Bintari, berkaca dari sejumlah pilkada, terutama Pilgub Jabar 2018, peran penokohan atau figur seseorang cenderung lebih kuat dibanding peranan dalam partai dalam menentukan kemenangan dalam pemilihan.
Menurut Antik, berkaca pada Pilgub Jabar 2018 yang disebut sebagai barometer politik nasional, penokohan yang kuat memegang peranan penting dalam pemilihan pemimpin. Figur tokoh yang kuat, mampu menarik suara perempuan, kaum difabel, dan pemilih pemula, yang selama ini tidak dilirik dalam pemenangan pasangan calon.
"Contoh di Pilgub Jabar 2018, tampak penokohan figur menjadi lebih dominan daripada pergerakan parpol," katanya.
Dilihat dari setiap pemilihan, kata dia, kekuatan figur ini terus naik. Contoh di Pilgub Jabar kemarin, di Indramayu Golkar tidak menang padahal itu lumbung suaranya. "Memaksimalkan kinerja parpol sekali lagi jadi tugas berat bagi partai untuk menghadapi Pilpres," katanya.