Sidang Pencucian Uang Penyertaan Modal ke PT BLJ, Begini Keterangan Saksi
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pembelian PT Surya Citra Riau (SCR) dari PT Pengembangan Investasi Riau (PIR) oleh PT Bumi Laksamana Jaya (BLJ) kembali menjadi pembahasan dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) penyertaan modal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis ke PT BLJ tahun 2012.
Sidang tersebut digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (18/7/2018). Duduk di kursi pesakitan Yusrizal Andayani yang merupakan Direktur Utama (Dirut) PT BLJ. Sementara agenda persidangan adalah pemeriksaan saksi, yaitu mantan General Manager (GM) PT PIR, Tri Ranti, dan Komisaris PT PIR, OK Nizamil.
Pada tahun 2012 lalu itu, Pemkab Bengkalis mengucurkan uang Rp300 miliar ke PT BLJ untuk membangun pembangkit listrik tenaga gas dan ual (PLTGU) di dua lokasi di Bengkalis, yaitu di Desa Buruk Bakul dan Kecamatan Pinggir. Namun, dua proyek itu tidak tuntas dikerjakan.
Uang ratusan miliar itu diketahui digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya. Salah satunya, untuk membeli PT SCR yang notabene merupakan anak perusahaan PT PIR senilai Rp2 miliar. Sebelumnya, PT PIR hanya membeli perusahaan perseorangan yang kala itu masih bernama CV SCR senilai Rp135 juta.
Diterangkan saksi Tri Ranti, kebijakan PT PIR membeli CV SCR atas dasar keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). "Kami membeli (CV SCR) sekitar Rp135 juta. Saya tak ingat, kira-kira beli tahun 2011," ungkap Tri di hadapan majelis hakim yang diketuai Khamazaro Waruwu itu.
Berselang setahun, PT PIR kemudian berencana menjual CV SCR yang sudah berstatus perseroan terbatas (PT). Proses pengumuman penjualan PT SCR dilakukan secara tertutup.
"Waktu itu kita menawarkan, dan PT BLJ menawar lebih tinggi. Itu tahun 2012, kalau tidak salah Rp 2 miliar," lanjut Tri Ranti.
Mendengar penjelasan itu, Hakim Khamazaro kemudian mengejar fakta terkait proses pembelian ini. Ia mempertanyakan mekanisme pelepasan saham di anak perusahaan PT PIR yang merupakan BUMD Riau tersebut.
"Tahu tidak, uang PT BLJ itu uang negara, dan uang PT PIR juga uang negara. Sekarang PT PIR menjual ke BLJ, apakah proses itu sesuai aturan?," cecar Khamazaro.
Mendapat pertanyaan itu, saksi Tri mengatakan jika proses penjualan anak perusahaan itu juga dilakukan atas dasar keputusan RUPS PT PIR kala itu. Jawaban ini lantas sempat membuat Hakim Khamazaro kesal, karena ada hak yang tidak dilakukan oleh PT PIR saat itu selaku perusahaan BUMD yang memegang uang negara.
"Ini aset negara, ada tim penilai ada perusahaan yang mengajukan penawaran. Kalau tidak ini abal-abal, pandai-pandai aja," kesalnya.
Hakim Khamazaro kemudian menegaskan aturan pemerintah dalam proses pelepasan aset milik negara. "Ada perpres (Peraturan Presiden) yang mengatur pelepasan aset," katanya.
Tidak lantas mengintrospeksi diri, Tri Ranti malah menyebut aturan ini hanya berlaku untuk BUMN saja. Mendengar penjelasan itu, terang membuat kekesalan Khamazaro bertambah.
"Jadi kalau BUMD bisa bebas merampok uang negara," tanya Khamazaro lagi yang dijawab tidak, dan kemudian terdiam.
Sementara itu, saksi lainnya OK Nizamil, lebih banyak menjawab lupa dan tidak tahu atas pertanyaan yang disodorkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim. Faktor usia yang sudah lanjut membuat salah seorang OK Nizamil tidak mampu lagi mengingat secara detail tentang persoalan ini.
Terlihat dari jawabannya saat ditanya mengenai izin RUPS dalam pembelian CV SCR oleh PT PIR. "Saya tidak ingat, yang mulia," sebutnya.
Untuk diketahui, selain Yusrizal Handayani juga terdapat pesakitan lainnya dalam kasus ini, yaitu Suhernawati.
Terkait dengan Suhernawati, JPU belum bisa menghadirkannya ke persidangan. Pasalnya, dia tengah menunggu putusan kasasi dalam perkara lain di Bogor, dan pihak JPU belum mendapat izin dari PN Bogor.
Perkara ini bermula dari penyertaan modal dari Pemkab Bengkalis ke perusahaan plat merah itu senilai Rp300 miliar itu untuk pembangunan dua unit pembangkit listrik di Kabupaten Bengkalis. Namun kenyataan, uang tersebut tidak digunakan sesuai peruntukkannya.
Suhernawati sendiri merupakan salah satu pihak yang diduga menikmati uang yang bukan haknya itu, dengan membelanjakan untuk investasi ke sejumlah perusahaan dan pembelian aset.
Selain TPPU, Yusrizal juga telah dinyatakan bersalah dalam perkara utamanya, yaitu tindak pidana korupsi penyertaan modal ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bengkalis itu. Saat ini, Yusrizal telah mendekam di sel tahanan.
Dalam penanganan perkaranya, Kejati Riau juga telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dalam perkara ini. Aliran dana dalam dugaan TPPU ini menyasar sejumlah perusahaan, termasuk satu sekolah internasional di Kota Pekanbaru yang berada di Jalan Arifin Ahmad, yang bernama International Creative School (ICS).
Selain Yusrizal, perkara korupsi itu juga menjerat sejumlah nama lainnya. Mereka adalah, staf ahli Direktur PT BLJ, Ari Suryanto, mantan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh, mantan Sekdakab Bengkalis Burhanuddin, mantan Kepala Inspektorat Bengkalis Mukhlis, dan Komisaris PT BLJ Ribut Susanto. Nama-nama disebut di atas telah dinyatakan bersalah dalam perkara yang merugikan keuangan negara Rp265 miliar.
Reporter: Dodi Ferdian