Selundupkan 70 Ekor Trenggiling, Oknum Polisi di Inhil Juga Dijerat TPPU
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Tidak hanya dijerat dengan Undang-undang (UU) konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, serta pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, Muhammad Ali Honopoiah juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tidak lama lagi, oknum polisi itu akan segera disidang dalam kasus yang disebut terakhir itu.
Ali Honopoiah diduga sebagai otak penyelundupan 70 ekor trenggiling yang digagalkan jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau pada Oktober 2017 lalu. Dalam aksinya, dia dibantu dua rekannya, Ali dan Jupri.
Dalam perkara asalnya, Ali Honopoiah tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan. Tidak sampai di situ, penyidik Polda Riau mengembangkan perkara untuk mengusut aliran dana hasil penyelundupan satwa dilindungi itu, dengan menjerat Ali Honopoiah dengan TPPU.
Dalam perjalanannya, penyidik merampungkan proses penyidikan. Selanjutnya, melimpahkan penanganan perkara ke pihak kejaksaan untuk diteruskan ke Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru untuk segera menjalani persidangan.
Proses tahap II atau pelimpahan tersangka dan barang bukti itu dilakukan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Selasa (3/7). "Tadi (kemarin,red) tahap II perkara TPPU penyelundupan trenggiling," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Sri Odit Megonondo, di ruangannya, Selasa siang.
Diterangkannya, dalam perkara itu terdapat barang bukti berupa uang sebesar Rp320 juta. Uang itu diduga hasil penjualan dari penyelundupan ilegal trenggiling itu.
"BB-nya (barang bukti) uang sebesar Rp320 juta," terang mantan Kasi Intelijen Kejari Rokan Hilir (Rohil) itu.
Ditambahkannya, oleh pihaknya, Ali Honopoiah dijerat dengan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. "Kita juga kenakan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU," pungkas Odit.
Untuk diketahui, Kasus penyeludupan 70 ekor trenggiling ini, diungkap Ditreskrimsus Polda Riau pada Oktober 2017 lalu.
Dalam dakwaan JPU di pidana awalnya, diterangkan kronologis pengungkapan penyeludupan satwa yang dilindungi negara itu. Dimana terdakwa Ali Honopoiah menghubungi temannya bernama Ali dan Jupri untuk berangkat ke Lubuk Jambi Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) menjemput 70 ekor trenggiling dari pengepul.
Terdakwa mengirimkan uang sebesar Rp2 juta kepada Ali untuk biaya operasional serta merental mobil. Selanjutnya satwa yang memiliki nama latin Manis Javanica itu diangkut menggunakan lima kotak berwarna orange dalam keadaan hidup dengan berat 300 kilogram lebih. Dimana harga satu kilogramnya mencapai Rp350 ribu.
Selanjutnya satwa-satwa itu dibawa menuju Sungai Pakning, Kabupaten Bengkalis dengan melintasi Kota Pangkalan Kerinci, Pelalawan.
Di tempat lain, tim Ditreskrimsus Polda Riau menerima informasi terkait ada penyeludupan hewan yang diliindungi dan akan melintasi daerah Pangkalan Kerinci. Tim buru sergap diterjunkan ke lokasi untuk menangkap dan menggagalkan penyeludupan.
Setelah posisinya diketahui, barulah dilakukan pencegatan tepat di jembatan Pangkalan Kerinci. Hingga kasusnya dkembangkan polisi dan mengamankan Ali Honopoiah.
Ada yang menarik saat pengungkapan itu. Ternyata terdakwa Ali Honopoiah berupaya melobi polisi agar perbuatannya tidak dilanjutkan ke proses hukum. Proses lobi itu dilakukan saksi Ali yang menghubungi terdakwa Ali Honopoiah dan memberitahu jika mereka ditangkap polisi. Oknum polisi itu hanya menjawab minta saja sama polisinya biar dibantu.
Ternyata komunikasi berjalan terus dimana saat itu posisi oknum polisi Polres Inhil itu berada di Tembilahan. Terdakwa berupaya terus melobi polisi penangkap dengan berbagai alasan. Namun usaha itu ditolak. Hingga pengembangan dan pengungkapan kasus mengarah ke dirinya serta dilakukan penangkapan.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto