Suyatno, ‘Samudera’ Pengabdian Tak Bertepi
RIAUMANDIRI.CO - Ia adalah samudera pengabdian yang seakan tidak berujung, tak bertepi. Pada keluarga, pada anak-isteri, dan kerabat terdekat; terlebih kepada kepentingan orang banyak dan daerah. Hari-harinya lebih banyak dilalui dalam kerangka memberikan pengabdian terbaik untuk kepentingan orang banyak, sesuai kompetensi dan wewenang yang dimilikinya.
Ia, H. Suyatno AMP, sosok dimaksud, sepertinya ditakdirkan untuk menjadi “milik orang banyak.” Dilahirkan di Bengkalis pada 21 Juni 1957; kebanyakan hari-hari yang dilalui oleh Suyatno dalam rentang panjang sejarah hidupnya adalah rangkaian waktu yang ditumpahkan untuk memikirkan orang lain, memikirkan kepentingan daerah—tentu saja dengan tidak mengabaikan tugas dan fungsi utamanya sebagai seorang kepala keluarga.
Cermatilah perjalanan hidupnya, yang sebagian besar didedikasikan untuk mengabdi di birokrasi pemerintahan –mulai dari level terendah sampai tertinggi-- yang notabene-nya melayani kepentingan publik.
“Inilah garis tangan atau suratan takdir yang harus dijalani,” kata Suyatno, suatu hari. “Yang penting semuanya harus dilandasi keikhlasan, karena sejatinya hidup adalah rangkaian pengabdian,” tambah Suyatno.
Suyatno meniti karier di lingkungan birokrasi pemerintahan dari jenjang terbawah. Pelan tapi pasti, ia akhirnya sampai juga ke puncak dengan dipercaya menjadi Wakil Bupati Rohil selama dua periode berturut-turut, mendampingi Annas Maamun untuk posisi bupati. Posisi wakil bupati ini pula yang menjadi "pintu masuk" bagi Suyatno untuk menjadi kepala daerah dengan menjabat sebagai Bupati Rohil.
Suyatno memulai kariernya sebagai pegawai negeri sipil dengan menyandang golongan kepangkatan II/a pada Kantor Kesbangpol Kabupaten Bengkalis. Singkat cerita, setelah menduduki berbagai jabatan di lingkungan Pemkab Bengkalis dan daerah pemekaran baru Pemkab Rokan Hilir, akhirnya Suyatno digandeng H. Annas Maamun, Ketua DPRD Rohil untuk maju di ajang pemilihan kepala daerah Rohil 2006. KPU Rohil kemudian menetapkan pasangan Annas-Suyatno sebagai pemenang Pilkada Rohil 2006, mengungguli empat pasang kandidat lainnya.
Pada 2011, Pilkada kembali digelar di Rohil, dan Annas-Suyatno kembali maju dalam satu paket pencalonan. Ketika di banyak daerah kepala dan wakil kepala daerah terlibat konflik di tengah masa jabatan, Annas-Suyatno tetap mampu menunjukkan harmonisasi sehingga memutuskan kembali maju di ajang Pilkada Rohil. Lagi-lagi KPU Rohil menetapkan Annas-Suyatno sebagai bupati dan wakil bupati Rohil, kali ini untuk periode 2011-2016.
Karena atasannya, Annas Maamun, maju di ajang Pemilihan Gubernur Riau 2013, kemudian dinyatakan terpilih sebagai Gubernur Riau periode 2013-2108, untuk mengisi kekosongan Kementerian Dalam Negeri menetapkan Suyatno sebagai Plt Bupati Rohil, yang ia jalani sejak 19 Februari 2014 hingga 24 Maret 2014. Pada 24 Maret 2014, Suyatno dilantik dan diambil sumpah jabatannya sebagai Bupati Rohil definitif.
Pada ajang Pilkada Rohil 2016, Suyatno memutuskan maju sebagai calon bupati, dengan Djamiluddin sebagai calon wakil bupati. Pasangan Suyatno-Djamiluddin dengan gemilang berhasil memenangkan pertarungan, dan dipercaya memimpin daerah itu sampai 2021 mendatang.
Manajemen Partisipatif
Suyatno punya pandangan tersendiri soal kepemimpinan. Menurutnya, menjalankan kapasitasnya sebagai salah seorang pemimpin daerah ia lebih cenderung menerapkan manajemen partisipatif, yang memberi ruang yang luas bagi semua komponen masyarakat ikut ambil bagian dalam urusan pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. “Karena pemerintah memiliki sumber daya yang amat terbatas untuk memikul semua beban tugas itu,” ia menerangkan.
Tak mudah menjalankan manajemen seperti itu. Di saat tingkat apatisme masyarakat cenderung makin tinggi terhadap persoalan-persoalan pemerintahan, bagaimana pula merangkul masyarakat untuk ikut ambil bagian secara aktif? Tapi Suyatno menafikan hipotesa itu. Dikatakan, selagi masyarakat merasakan manfaat dari pembangunan, maka pada saat bersamaan diniscayakan akan muncul panggilan moral untuk ikut ambil bagian.
''Sejatinya, aparat pemerintah itu adalah pelayanan masyarakat,” tambahnya. Namanya saja pelayan, ungkap Suyatno, aparat harus paham tentang apa-apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. “Jangan mentang-mentang kita aparat, lalu menyusun program sesuka hati tanpa memedulikan kebutuhan masyarakat, ini hanya akan membuat jarak yang lebar antara rakyat dan aparat pemerintah.''
Makanya, menurut Suyatno, menjadi pemimpin haruslah didasari atas panggilan moral dan mengabdikan diri kepada negara, agama dan masyarakat. "Menjadi pemimpin itu merupakan sebuah tugas yang mahaberat, karena begitu banyak harapan rakyat yang tergantung pada kita," ujarnya, suatu ketika.
Tapi menjadi tidak berat bila dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin dilaksanakan dengan penuh ikhlas, dan segala yang dilakukan didedikasikan untuk kepentingan daerah dan masyarakat. "Pertanggungjawaban sebagai pemimpin tidak hanya di dunia, tapi juga sampai di akhirat," tambahnya.
Makanya, imbuh Suyatno, selagi ia dipercaya mengemban amanah sebagai pemimpin, maka selama itu pula ia akan berusaha tetap berjalan di atas rel yang benar. "Kalau salah dan khilaf, saya juga tidak menutup diri untuk kritikan," tambah suami Hj. Wan Mardiana, yang telah memberinya sejumlah anak: Arie Sumarna, Ade Sumarna, dan Tiara Sumarna.
Berikut ini dipaparkan sejumlah kiprah dan sepak terjang Suyatno selama sekitar dua tahun dua bulan menjadi Bupati Rohil, didampingi Djamiluddin di posisi Wakil Bupati Rohil.
Memrioritaskan Pembangunan Infrastruktur
Suatu ketika Bupati Suyatno berujar: “Orang Panipahan dalam kondisi harus mendapat perhatian serius,” katanya. Ia kemudian melanjutkan: “Kubu juga masih tertinggal. Kita tidak bisa membiarkan saudara-saudara kita meratapi nasib mereka sendiri. Pemerintah harus segera turun tangan.”
Maka, inilah buahnya: Pemkab Rohil menggesa pembangunan sejumlah infrastruktur dasar, seperti pembangunan Jembatan Padamaran I dan II, pembangunan jalan pesisir, pembangunan kantor pemerintahan yang terintegrasi, pembangunan jalan penghubung antarkecamatan, pembangunan sekolah, puskesmas, kantor kecamatan, masjid, dan pembangunan lainnya.
Pembangunan Jembatan Padamaran I dan II merupakan dua dari sekian banyak pembangunan infrastruktur megah di Rohil, yang dimulai sejak H. Annas Maamun menjadi Bupati dan H. Suyatno sebagai Wakil Bupati. Kedua jembatan ini merupakan penghubung empat kecamatan di Rohil, yaitu Bangko, Pekaitan, Kubu Babussalam, dan Kecamatan Kubu. Kedua jembatan ini berfungsi sebagai urat nadi perekonomian di empat kecamatan itu.
Untuk mendukung kedua jembatan megah ini, Pemkab Rohil membangun jalan raya pesisir. Sama dengan Jembatan Pedamaran I dan II, jalan raya pesisir juga menghubungkan empat kecamatan di Rohil, yaitu Bangko, Pekaitan, Kubu Babussalam, dan Kecamatan Kubu.
Buah dari serangkaian kebijakan pembangunan infrastruktur itu, suatu ketika Bupati Suyatno berucap: “Kita telah membuktikan bahwa daerah semacam Pasir Limau Kapas mulai bergerak ke arah perubahan setelah infrastrukturnya dibenahi. Sinaboi juga menunjukkan arah menggembirakan setelah jalan Sinaboi-Bagansiapiapi di aspal,” katanya. Lihatlah, tambah Bupati, warga setempat jauh lebih mudah membawa hasil alam seperti padi, sawit, dan palawija. Termasuk hasil laut.
Kabupaten Rohil juga memiliki kantor pemerintahan yang terintegrasi, yang berpusat di Batu Enam. Kantor Bupati terintegrasi dengan Kantor DPRD dan 20 kantor dinas/badan yang ada di Rohil. Dengan sistem perkantoran yang terintegrasi, pimpinan negeri ini berharap kantor dinas/badan dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Proses administrasi dan birokrasi yang panjang dan bertele-tele bisa dipangkas.
Pada masa kepemimpinan Bupati Suyatno, Kantor Bupati megah yang terletak di Batu Enam sudah bisa ditempati oleh aparatus sipil negara. Begitu pula halnya dengan sejumlah perkantoran lainnya, hampir semuanya sudah ditempati dan dimanfaatkan untuk melayani aneka kebutuhan pelayanan masyarakat.
Bangun Pendidikan, Siapkan SDM Kualifaid
Kegamangan itu sejatinya milik semua daerah, tidak terkecuali Rohil. Gamang dengan potensi sumber daya alam yang ada karena terus dieksploitasi, sementara di sudut lain dihadapkan dengan angka pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hanya ada satu opsi untuk itu: menyiapkan sumber daya manusia berkualitas melalui pendidikan.
Lalu, apa pandangan Bupati Suyatno tentang pembangunan dunia pendidikan? “Diharapkan dalam membangun dunia pendidikan juga soal membangun kesadaran bersama atas pentingnya pendidikan untuk masa depan negeri,” kata Suyatno. “Hanya dengan cara bergerak serentak, hasil terbaik akan dipetik dalam waktu yang tidak terlalu lama.”
Tak dinafikan, faktor ekonomi menjadi salah satu kendala bagi anak-anak Rohil melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Pemkab Rohil menjawabnya dengan memberikan beasiswa. Setidaknya sekitar Rp6,5 miliar dana yang bersumber dari APBD yang dibagikan pemkab setempat ke para mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan D3 dan S1. Dana sebanyak itu diterima lebih dari 2.000 mahasiswa.
Upaya cepat mengatrol kualitas dunia pendidikan di antaranya dengan mendata ulang kembali seluruh tenaga pengajar, termasuk guru honorer. Sejalan dengan itu, salah satu pos anggaran terbesar Rohil adalah untuk mendukung guru bantu. Tapi begitu badai krisis menerpa APBD Rohil, maka penertiban administrasi dipastikan sudah sangat mendesak untuk dilakukan.
Dalam mengatrol kualitas pendidikan, Pemkab Rohil melakukan berbagai cara. Selain terus berupaya menambah pembangunan sekolah baru, di bidang fisik tengah diupayakan secara terus-menerus perbaikan sekolah yang sudah ada, menambah ruang kelas baru, upaya membangun suasana belajar dan mengajar yang lebih nyaman, membangun pustaka, labor, dan lainnya.
Pemkab Rohil menganggarkan lebih 20 persen dari APBD untuk membangun bidang pendidikan, yang lebih tinggi dari kebijakan nasional. Jumlah tersebut kemudian juga ditambah dengan bantuan untuk pelajar yang kurang mampu, pemberian insentif dan dana bantuan belajar, serta menyekolahkan siswa-siswi berprestasi di berbagai perguruan tinggi nasional maupun luar negeri.
Membangun Akses ke Dunia Kesehatan
Karena menyangkut kepentingan orang banyak, kebutuhan akan sarana pelayanan kesehatan berikut tenaga medis pendukung merupakan sesuatu yang tidak putus-putusnya. Pemkab Rohil menyadari sepenuhnya hal itu, dan telah menempuh sejumlah langkah dan upaya yang diperlukan agar pelayanan kesehatan memiliki daya jangkau yang kian luas.
Syukurlah, sejauh ini kabupaten itu sudah didukung oleh keberadaan unit-unit pelayanan kesehatan yang tersebar di seluruh kecamatan. Sejauh ini daerah itu terdapat sebanyak 14 rumah sakit pemerintah dan swasta, 19 unit puskesmas, puluhan unit pustu (puskesmas pembantu) dan polindes. Ke semuanya rata-rata sudah didukung dokter umum dan dokter spesialis yang menetap, termasuk ratusan bidan perawat.
Masih dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dari sarana kesehatan yang ada, pemkab melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Rohil meningkatkan status sejumlah pustu menjadi puskesmas dan puskesmas rawat-inap, terutama di kawasan-kawasan yang intensitas pelayanan pengobatan masyarakatnya dinilai tinggi. Di kawasan-kawasan seperti ini dibuat keputusan untuk menyediakan pemukiman untuk para tenaga medis, termasuk dengan memberikan insentif berkala.
Selain mengupayakan para tenaga medis betah bertugas di kawasan yang ditempatkan, Pemkab Rohil juga selalu mencari cara untuk meningkatkan kualitas tenaga medis yang ada. Jadi secara kuantitatif berupaya meningkatkan unit-unit layanan kesehatan, dan di sisi lain mengatrol kualitas pelayanan. Sejalan dengan itu, prasarana ditambah, kelengkapan fasilitas juga diupayakan untuk terus berkembang.
“Daerah-daerah pelosok yang jauh dari jangkauan dan masih memiliki keterbatasan infrastruktur, sangat diutamakan,’’ jelas Bupati Suyatno. Di kawasan-kawasan seperti itu unit-unit layanan kesehatan yang ada fokus digesa mengingat warga akan sulit mengakses yang jaraknya relatif jauh dari perkampungan.
Sejauh ini, sebanyak sembilan dari 19 puskesmas yang ada di Rohil sudah menerapkan sistem rawat-inap seperti di Kecamatan Rimba Malintang, Bangko Pusako, Bangko Kanan, Bangko Jaya, Pujud, Kubu Babussalam, Kubu, Baganbatu dan Panipahan. Sedangkan 10 puskesmas lainnya tengah diupayakan untuk ditingkatkan statusnya, seperti puskesmas di Bagansiapiapi, Bagan Punak, Pekaitan, Balai Jaya, Simpang Kanan, Sinaboi, Tanah Putih Tanjung Melawan, Rantau Kopar, dan lainnya.
Perhatian juga diberikan kepada keberadaan pustu, semisal di Pulau Halang. Di Pulau Halang selama ini warga harus menggunakan pompong untuk dapat memperoleh layanan kesehatan. Pustu ini harus ditingkatkan statusnya menjadi puskesmas yang memiliki fasilitas rawat-inap. Hal yang sama juga akan dilakukan pada pustu yang berlokasi di Kepenghuluan Sungai Daun, Kecamatan Pasir Limau Kapas.
“Program ke depan yakni bagaimana puskesmas harus tampil kuat seperti memiliki fasilitas rawat-inap dan ketersediaan tenaga medis serta fasilitas penunjang yang memadai,” kata Bupati Suyatno. “Jika tidak begitu, maka warga kita di pelosok-pelosok harus dirujuk ke Bagansiapiapi, Dumai atau Pekanbaru. Jika begitu, waktu yang terpakai akan menjadi lama dengan beban biaya transportasi yang juga cukup berat,” tambahnya.
Lindungi Petani, Pertahankan Swasembada Beras
Pemkab Rohil juga dihadapkan kasus besarnya keinginan begitu banyak masyarakat untuk alih fungsi lahan, dari lahan pertanian tanaman pangan ke perkebunan sawit dan perumahan. Sikap yang diambil Pemkab Rohil untuk mengerem keinginan yang begitu kuat itu adalah dengan cara melindungi petani padi, yang merupakan aset yang harus diselamatkan agar produksi beras di Rohil cukup untuk memenuhi kebutuhan daerah, bahkan kalau bisa surplus.
Juga perlu perbaikan di setiap lini pertanian. Termasuk PPL (penyuluh pertanian lapangan), sangat diperlukan untuk mensukseskan program swasembada beras di Rohil. Sementara petani yang masih komit membudidayakan tanaman pangan, Pemkab Rohil memberikan apresiasi yang tinggi. Tak sampai di sana, Pemkab Rohil juga komit memberikan solusi untuk pemecahan masalah yang sering dihadapi petani saat penanaman padi maupun pasca-panen.
Petani tidak perlu lagi memikirkan masalah lahan dan biaya untuk menanam padi, sebab Pemkab Rohil melalui dinas terkait akan bekerja keras mengakomodir kebutuhan para petani. Sejalan dengan itu, Pemkab Rohil masih memiliki lahan yang luas untuk bertani, yang bisa dimanfaatkan dan proses pengolahan lahan itu dilakukan secara berkelompok alias melalui kelompok tani. Kelompok tani ini akan ditopang koperasi yang didirikan oleh Pemkab Rohil.
Pemkab Rohil melalui PPL akan intens memberi penyuluhan tentang penanaman padi. Petani juga akan diberi bantuan pupuk secara berkala untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Untuk menghadapi perubahan cuaca yang tidak menentu, Pemkab Rohil melalui dinas terkait membuat sistem irigasi terpadu untuk pengairan lahan. Penggunaan alat-alat pertanian modern juga digalakkan seperti traktor, hand traktor, dan alat pemanen padi.
Untuk penanganan pascapanen, petani tidak perlu khawatir mengenai anjloknya harga gabah/beras. Pemkab Rohil akan berusaha maksimal menyerap hasil panen petani. Stok beras Rohil itu akan dipusatkan pada satu gudang penyimpanan beras yang terintegrasi dengan tempat penggilingan dan pengemasan. Untuk langkah awal, Pemkab Rohil akan menyalurkan beras tersebut pada ASN dan tenaga honorer di Rohil.
Pemkab Rohil memang terus berupaya mendorong transformasi dari pola pertanian tradisional ke modernitas. Harus didapat cara efektif dan cepat supaya luasan sawah terus bertambah, bukannya berkurang. Karenanya kawasan sentra padi seperti Rimba Malintang, Kubu, dan Pekaitan harus beroleh perhatian lebih.
Luasan lahan di Rohil yang mencapai 888 ribu hektare belum seluruhnya dimanfaatkan. Ratusan ribu hektare di antaranya masih menunggu sentuhan. Potensi pertanian yang besar tersebut tak hanya membuat pemerintah setempat percaya diri, namun sebaliknya juga senantiasa mencari cara agar kelak sisi pertanian muncul tak hanya dalam menaikkan taraf hidup warga, jauh lebih dari itu: membuka pusat perekonomian baru.
Dipinang Jadi Calon Wagubri
Itikad baik menjalankan amanah sebagai pemimpin, ikhlas dalam bekerja dan memberikan pengabdian terbaik, ditopang karakter terpuji dan kapasitas sebagai pemimpin yang teruji; sejarah kemudian menorehkan sebuah catatan penting tentang Suyatno: ia “dipinang” menjadi calon Wakil Gubernur Riau untuk periode 2019-2024, yang akan ditentukan melalui proses politik bernama Pemilihan Gubernur Riau 2018.
Dalam ajang pesta politik tingkat lokal itu, Suyatno dipasangkan untuk mendampingi calon petahana H. Arsyadjuliandi Rachman. Sosok yang disebut terakhir untuk posisi calon Gubernur Riau. Pasangan ini didukung koalisi sejumlah partai politik yakni Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Hati Nurani Rakyat.
Bak gayung bersambut, pinangan itu pun diterima. Setelah melalui sejumlah tahapan di KPU Riau, resmilah Suyatno menyandang posisi sebagai calon Wakil Gubernur Riau. Sebagai konsekuensinya, Suyatno harus mentaati segala aturan yang diamanatkan undang-undang. Pada 14 Februari 2018, Suyatno secara resmi cuti sebagai Bupati rohil selama kampanye Pilgubri 2018.
Tidak mudah bagi Suyatno mengambil keputusan seperti itu. Kalau kemudian keputusan untuk maju sebagai calon Wakil Gubernur Riau, dasar berpikir Suyatno tidak lari dari rekam-jejak dan sejarah panjang kehidupannya yang sarat dengan muatan pengabdian untuk kepentingan orang banyak. Yaitu, bila kelak dipercaya menjadi Wakil Gubernur Riau, berarti ia punya kesempatan memberikan pengabdian dalam ruang lingkup yang lebih luas.
Dalam konteks kasus Rohil, Suyatno sepertinya sedang memainkan “pisau bermata dua,” yang tak terlepas dari kondisi kekinian yang dialami oleh semua kabupaten/kota di Riau karena didera persoalan pemangkasan anggaran yang cukup signifikan. “Makanya saya minta keikhlasan dan doa restu serta dukungan masyarakat Rohil agar kelak menang di Pilgub Riau,” katanya.
Dengan bahasa lain, Suyatno menjelaskan, bila kelak terpilih sebagai Wagubri, ia akan mengerahkan segenap kemampuan untuk menarik dana sebanyak-banyaknya dari APBD Riau untuk Rohil –dan semua kabupaten/kota di Riau--, dimaksudkan untuk menambal defisit anggaran yang dinilai sangat mengganggu itu. “Karena pernah jadi bupati, saya merasakan betul bagaimana tak enaknya menjalani kondisi demikian,” ia menambahkan.
Editor: Nandra F Piliang