Pemenangnya Selalu Perusahaan yang Sama
PEKANBARU (HR)-Proyek pembangunan jalan dan jembatan tahun anggaran 2015 yang dikelola Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, melalui Direktorat Jenderal Bina Marga Wilayah II, diduga sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pasalnya dari tahun ke tahun, proyek di instansi itu selalu dimenangkan oleh perusahaan yang itu-itu saja.
"Pokja dan panitia lelang harus fair. Berikanlah kesempatan kepada perusahaan lain. Jangan yang dimenangkan orangnya selalu itu saja, artinya hanya wilayah kerja saja yang berbeda. Dari sini sudah mulai tercium, paket-paket proyek ini sudah dikapling- kapling," ujar narasumber yang dipercaya, namun menolak disebutkan namanya, Rabu (4/3).
Ditambahkannya, bila hal ini masih terjadi dalam tahap setahun, mungkin masih bisa ditolerir. Namun kejadian seperti ini sudah sering terjadi, bahkan bisa dikatakan dari tahun ke tahun. Lebih mirisnya lagi dikatakan, sebelum proses penawaran, aroma pemenang sudah tercium bahwa proyek- proyek yang dilelang akan dimenangkan oknum berinisial BW.
"Proyek- proyek ini memiliki nilai yang tidak sedikit, untuk satu paketnya saja bisa mencapai 50-an miliar. Kalau satu orang saja mendapat sebanyak empat paket, kan sudah tidak fair lagi, apalagi bila proyek tersebut tidak dikerjakan dengan benar. Jadi sangat disayangkan sekali bila indikasi KKN ini memang benar adanya. Kemudian juga membuat persaingan usaha menjadi tidak sehat," tutupnya.
Sejauh ini, pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, melalui Direktorat Jenderal Bina Marga Wilayah II, masih sulit untuk dikonfirmasi.
Menyikapi hal itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau, H Dheni Kurnia mengaku menyayangkan tidak transparannya proses lelang kegiatan di instansi itu. Menurutnya, pihak terkait sebaiknya bersikap terhadap pers, karena pers pada dasarnya adalah perwakilan masyarakat. "Masyarakat berhak tahu terhadap apa kegiatan yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat," ujarnya.
Diterangkannya, dalam Undang-undang tentang pers, keterbukaan terhadap publik sudah diatur dalam Pasal 18, yang berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). (her)