Diciduk di Jakarta, Abdul Hakim tak Tahu Masuk DPO Kasus Korupsi di Siak
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Direktur PT Dimensi Tata Desantara (DTD), Abdul Hakim yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Sistem Keuangan Desa (Simkudes) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak, berhasil diringkus Kejaksaan Negeri Siak saat berada di Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/5/2018) kemarin.
Tersangka langsung dibawa ke Pekanbaru, dengan pesawat, yang dikawal ketat oleh Jaksa pada Kejari Siak. Sesampai di Pekanbaru, Jumat sore, Abdul Hakim langsung dibawa ke Kejati Riau. Abdul Hakim yang mengenakan kaos kerah berwarna biru tua itu, hanya menunduk. Tangannya yang diborgol, disembunyikan di balik selembar kain putih.
Abdul Hakim selanjutnya akan menjalani pemeriksaan dalam statusnya sebagai tersangka. Untuk sementara, dia akan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIB Sialang Bungkuk Pekanbaru.
Terkait dengan pemeriksaan tersangka kata Muspidauan, kemungkinan dilakukan Senin (7/5) mendatang. Sebab, tersangka harusnya didampingi oleh penasehat hukumnya, namun tidak hadir. "Penasehat hukumnya sedang berada di Padang. Mungkin pemeriksaan dilakukan Senin," imbuh mantan Kasi Datun Kejari Pekanbaru itu.
Sementara itu, Abdul Hakim saat dikonfirmasi Riaumandiri.co, mengaku tidak melarikan diri. Selama ini, kata Abdul Hakim, dirinya memang berdomisili di Jakarta. Dia pun mengaku tidak mengetahui jika dirinya berstatus buron. "Saya memang di Jakarta sebelumnya. Gak tahu saya (telah menjadi DPO, red)," jawab Abdul Hakim lirih.
Diketahui, Abdul Hakim ditetapkan sebagai tersangka sejak pertengahan 2017 lalu. Tersangka selaku kontraktor dalam proyek Simkudes Pemkab Siak tahun 2015.
Selain Abdul Hakim, perkara ini juga menjerat Abdul Razak. Mantan Kepala Kepala BPMPD Siak, Abdul Razak sudah menjalani persidangan dan dinyatakan bersalah. Meski begitu, dia hanya divonis satu tahun penjara pada sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (15/1) lalu. Terdakwa juga dihukum membayar denda Rp50 juta atau subsider 1 bulan penjara.
Dalam amar putusannya, majelis hakim tidak membebankan uang pengganti kerugian negara Rp1,136 miliar kepada Abdul Razak. Uang itu dibebankan kepada Abdul Hakim, selaku rekanan proyek.
Hukuman itu lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menuntutnya dengan pidana penjara 4,5 tahun.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU disebutkan, dugaan korupsi ini terjadi pada tahun 2015 silam ketika Abdul Razak menjabat Kepala BPMPD Siak. Saat itu, 122 desa mengadakaan paket software sistem informasi manajemen administrasi dan keuangan desa yang dikerjakan oleh PT DTD.
Program yang bersamaan dengan pengadaan pelatihan, papan informasi monografi dan profil desa, serta pengadaan buku pedoman umum penyelenggaraan pemerintah desa plus CD aplikasi dan buku suplemen tersebut. Masing-masing desa menganggarkan sebesar Rp17,5 juta.
Dalam perjalanannya, diduga terjadi penyelewengan anggaran, setiap desa dipungut biaya sebesar Rp17 juta oleh BPMPD Siak. Dari audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tindakan itu merugikan negara Rp1,163 miliar.
Dalam perjalanan sidang perkara ini, juga sempat membuat heboh publik. Majelis hakim saat itu sempat menyemprot JPU karena berkas dakwaan yang dibacakan tidak sama dengan yang diserahkan ke majelis hakim.
Dimana, pada berkas dakwaan yang dibacakannya, JPU menghilangkan nama Bupati Siak, Syamsuar. Sementara di berkas majelis hakim tercantum nama tersebut.
Reporter : Dodi Ferdian
Editor : Mohd Moralis