A Aris Abeba, Pendiri Panggung Toktan
"HIDUP SAYA MEMANG BEGINI"
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Panggung Datok Jantan (Toktan) awalnya bernama 'Sanggar PTP-5.' Didirikan di Pekanbaru Riau, Indonesia pada tahun 1998. Sanggar ini sepenuhnya dibiayai oleh perusahaan perkebunan di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sanggar PTP-5 dipimpin Alhaj Aris Abeba yang saat itu menjadi Public Relation Manager di perusahaan milik Pemerintah Republik Indonesia tersebut.
Selama dua belas tahun, dari 1998 hingga 2010, Sanggar PTP-5 sudah meramaikan khasanah sastra, budaya dan kesenian di Riau maupun tanah air. Karena sanggar ini diisi oleh para seniman-seniman besar di negeri Lancang Kuning, yang sudah teruji profesionalitas dan kesenimanannya. Dari sanggar ini pula lahir para penyair, penari dan pemain teater handal Riau yang bertahan hingga kini.
Selama 12 tahun itu pula hampir setiap tahun Sanggar PTP-5 mengadakan penampilan kesenian ke tanah seberang; Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam serta Patani, Thailand Selatan. Mereka membawa kesenian tradisi dari Riau seperti tari tarian, pembacaan puisi, pentas teater dan peragaan busana produksi 'home industry' masyarakat Riau dibawah pembinaan Perusahaan Perkebunan PTP-5.
Terkadang, mereka juga melawat ke negeri Eropa dan Amerika. Tercatat sanggar ini pernah tampil di Hanover Jerman (Th 2000), Monaco (2002), Marseille, Prancis (2003), Zacatecas, Mexico (2004) dan Los Angeles- USA (2005). Di dalam negeri, Sanggar PTP-5 beberapa kali tampil di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Padang, Jambi, Medan (Sumatera Utara), Manado, Bandung dan lainnya.
Tahun 2005, bergabung ke Sanggar ini, wartawan Senior Indonesia, yang baru pulang kampung, H. Dheni Kurnia. Dheni adalah mantan wartawan harian Kelompok KOMPAS Gramedia yang juga seorang penyair dan seniman antara bangsa. Sebelumnya, Dheni bermukim di Ibukota Negara Indonesia, Jakarta. Sejak Dheni Kurnia bergabung, Sanggar PTP-5 berubah nama menjadi 'Panggung Kebun'. Karena Aris Abeba sebagai pimpinan sanggar, kemudian menggiatkan panggung panggung di dalam areal perkebunan milik Perusahaan PTP-5.
Pada tahun 2010, Aris Abeba membubarkan Panggung Kebun, bersamaan dengan masa pensiun sebagai karyawan BUMN tersebut. Sejak saat itu, kegiatan Aris Abeba dan teman teman, terhenti buat sementara. Persoalannya adalah masalah dana dan keuangan. Sejak berhenti dari PTP-5, Aris dan teman teman memasuki masa masa sulit di bidang pendanaan. Sehingga banyak kegiatan yang sudah dirancang, gagal karena ketiadaan sponsor.
Tapi kondisi ini tidak berlangsung lama. Setelah empat tahun vakum, pada tahun 2014 Aris Abeba dan teman temannya, bangkit kembali. Kali ini Aris Abeba memberi nama baru bagi kelompoknya yakni 'Panggung Toktan', singkatan dari Datok Jantan. Aris Abeba yang sudah memiliki 3 orang cucu, dipanggil Toktan oleh cucu-cucunya. Panggilan kesayangan ini kemudian dikukuhkan sebagai nama panggung kreatif; Panggung Toktan.
Aris Abeba sebagai Imam panggung, kemudian merekrut anak anak muda di berbagai bidang kesenian. Mulai dari teater, baca puisi, tari, musik, dan tenunan tradisional Riau seperti songket, tanjak dan batik. Di berbagai kesempatan Panggung Toktan kembali eksis di panggung kesenian Riau dan Indonesia. Pada tahun 2014, Dheni Kurnia yang kemudian diangkat sebagai Buya Panggung, dikirim ke Beijing, China untuk tampil dalam seminar kebudayaan internasional. Dan awal 2015, bekerjasama denganTim Kesenian Riau, tampil dalam konser mantra puisi Dheni Kurnia, di Kota Guang Xi.
Kemudian pada akhir 2015, Panggung Toktan tampil di dua provinsi di Swiss. Masing masing di Basel dan Rheinfelden. Pada tahun 2016, kembali Panggung Toktan diundang pada Acara 'Indonesian Night' di dua negara masing masing Zurich, Swiss dan Vadus, Lienstentein, di kaki Pegunungan Alpen atau perbatasan antara Swiss, Jerman dan Austria. Awal 2017, Panggung Toktan mengikuti Deklarasi Kuala Kangsar di Kampus USAS Perak, dan akhir 2017 lalu, Panggung Toktan tampil di Sawah Padi, Selangor Malaysia, dengan penampilan teater; Dondang Azab. Awal 2017 itu pula, Panggung Toktan menjadi bagian dari Ziarah Karyawan/Kesenian (ZK) yang berpusat di Puchong, Malaysia.
Begitulah! Panggung Toktan hari ini, pun sudah bertukar dengan generasi baru. Aris Abeba menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada anak anak muda kreatif. Karena Aris Abeba yang saat ini berusia 64 tahun, tampaknya memberikan kesempatan pada 'generasi emas' untuk memajukan dan mempertahankan eksistensi panggung. Termasuk untuk Konser Puisi Panggung Toktan ke Kuala Kubu Baru dan Universitas Sultan Azlan Syah (USAS) Perak Malaysia, 26 hingga 1 Mei 2018 ini, semuanya diurus oleh anak anak muda kreatif.
Pimpinan panggung saat ini adalah Corry Islami, seorang sutradara teater, penyair dan juga seorang dosen (pensyarah) di Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru Riau. Dalam menjalankan aktivitas panggung, Corry dibantu oleh Syahfitra, Zamhir Arifin, Jefri Al Malay, Muslim Azzoumi, Griven H Putra, Surya Hadi, Hanif Muis Mahmud, Rahmadi, Hengky, Intan, Amnessa dan lain sebagainya. Nama tersebut adalah anak anak muda yang tekun di bidang kepenyairan, musik, teater dan seni lukis. Sementara Aris Abeba, Junaidi, Herman Rante, Fakhrunnas MA Jabbar, Dheni Kurnia, Joserizal Zein, Tien Marni dan lainnya yang lebih dulu berkiprah, lebih banyak sebagai pengarah dan penasehat.
Ke depan, Panggung Toktan (Sanggar PTP-5) yang 1 April 2018 lalu genap 20 tahun, merencanakan pentas seni dan budaya di seluruh kabupaten dan kota di Riau. Karena sejak berdiri tahun 1998 hingga 2018, panggung ini lebih banyak mengadakan penampilan di luar Provinsi maupun mancanegara. Karena itulah Aris Abeba, Sang Imam, sudah merencanakan untuk keliling di kampung sendiri, sambil menggalakkan minat berkesenian di daerah yang mulai memudar.
"Kami akan membelah waktu. Sebagian waktu bagi kegiatan di luar negara, sebagian lain waktu kami, buat negeri Riau. Sekaranglah saatnya membangkitkan kembali batang terendam. Kesenian tak boleh mati di Riau," kata Aris Abeba.
Ditanya kenapa dia sangat getol menghidupkan dunia kesenian di Riau dan menghabiskan lebih dari separuh umurnya? Menurut Aris, selain sudah jalan hidupnya, dia juga merasa ada kepuasan batin bila hari harinya dihabiskan untuk berbuat bagi dunia seni dan budaya di negeri ini. "Allah SWT sudah mentakdirkan hidup saya memang seperti ini. Makanya sudah beginilah hidup saya. Jadi saya harus menjalankan amanah Allah ini dengan sepenuh hati," kata Aris yang lahir di Tanah Tinggi, sebuah dusun kecil di Airmolek, Indragiri Hulu, Riau .***
Editor: Nandra F Piliang