Fahri Hamzah: Perpres TKA Undang Kecemburuan Buruh Lokal
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA), selain bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan, juga mengundang kecemburuan yang besar dari para buruh lokal.
"Saya rasa ini tidak adil dan bisa membuat orang-orang kita cemburu. Karena itu pemerintah harus segera mencabut Perpres tersebut sebelum menimbulkan persoalan yang lebih serius lagi," kata Fahri dalam diskusi "Menolak Perpres No.20/2018 tentang Tenaga Kerja Asing" di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Dikemukakan Fahri, DPR dan Pemerintah sudah sukses melahirkan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Nomor 18 Tahun 2017, yang melindungi pekerja Indonesia di luar negeri.
"Tetapi sayangnya, para buruh ini merasa pekerja di dalam negeri sendiri tidak dilindungi, baik itu hak-haknya dalam pembayaran dan sebagainya. Bahkan sekarang ini, hak-hak pasar mereka di bawah yang unskillable (tidak punya keahlian), diambil oleh datangnya pekerja asing yang tidak punya keahlian secara masif," ujar Fahri.
Padahal kata Fahri, di UU Ketenagakerjaan secara tegas disebutkan bahwa syarat pertama pekerja asing itu adalah memiliki keahlian. Kedua, harus mengerti bahasa yang memudahkan transfer daripada keahliannya itu kepada orang Indonesia.
"Tapi ternyata yang datang ini, dan yang dilegalkan melalui Perpres ini, justru yang tidak punya keahlian yang pasarnya di Indonesia ini banyak sekali karena pengangguran sangat besar. Kita tahu, pertama-tama karena penyerapan tenaga kerja bersumber dari pertumbuhan ekonomi. Sementara ekonomi kita mandeg," katanya.
Bahkan, sambung Fahri Hamzah dalam ekonomi yang mandeg saat ini maka otomtis tidak bisa menyerap tenaga kerja, karena investasinya itu masih dominan dikerja oleh mesin. Ditambah lagi, pasar tenaga kerja Indonesia atau kue-kue tenaga kerja ini diserobot oleh tenaga kerja asing.
"Sekali lagi, ini harus dihentikan. Sebab kalau tidak, saya siap berbicara dengan kawan-kawan di DPR bahwa ini tidak bisa dibiarkan dan harus ada investigasi," tegas Ketua Tim Pengawasan Tenaga Kerja Indonesia (Timwas TKI) DPR itu.
Reporter: Syafril Amir
Editor: Rico Mardianto