Hadiri Rapat Pembahasan Air Tanah dan Permukaan, Sekda Rohil Sampaikan Tiga Hal
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Sekretaris Daerah Rokan Hilir Drs H Surya Arfan didampingi Kepala Bapenda Rokan Hilir Cicik Mawardi Athar, SSTP, MSi, menghadiri dan mengikuti Rapat Pembahasan tentang Air Tanah dan Air Permukaan yang dimanfaatkan oleh kontraktor dan kontrak kerja sama (KKKS) di Wilayah Provinsi Riau di Ruang Kenanga Kantor Gubernur Riau, Senin (16/4/2018), pukul 15.00 WIB.
Rapat tersebut dihadiri 8 Bupati dan Walikota se-Riau, yakni Rokan Hilir, Siak, Kampar, Kepulauan Meranti, Pelalawan, Dumai, Rokan Hulu dan Indragiri Hulu. Kemudian hadir Kepala Bapenda Riau, Kepala Perwakilan SKK Migas Sumatera Bagian Utara dan 11 perusahaan yakni, PT PHE Saik, PT PHE Kampar, EMP Malacca Strait SA, EMP Bentu Limited, PT CPI, Petroselad, Ltd, PT PHE Rokan CPP, EMP Korinci Baru Limited, PT SPR Langgak Kingwoods, Pertamina EP, PT Sumatra Persada Energi. Rapat ini dipimpin oleh Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Indra Agus Lukman.
Sekda Rohil H Surya Arfan dalam rapat tersebut menyampaikan pendapat dan paparannya, termasuk 3 tuntutan Rohil terhadap Pajak Air Tanah/Air Permukaan. Ketiga tuntutan tersebut adalah, pertama, evaluasi/verifikasi terhadap penghitungan jumlah pemakaian air oleh kontraktor. Kedua, air ikutan tetap hitung, karena air ikutan ini lebih besar volume pemakaiannya, dan ketiga, segera bayarkan utang pajak 2015 sampai Desember 2017, dengan berpedoman NPA aturan yang berlaku tahun bersangkutan.
Rapat yang membahas tentang pajak air tanah dan air permukaan tersebut, mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, yang menyebutkan bahwa kegiatan pemanfaatan air dapat dikenakan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi.
Selanjutnya mempertimbangkan faktor efektifitas pemungutan, maka pada Undang-Undang 28 Tahun 2009, kewenangan pemungutan pajak atas pemanfaatan air bawah tanah dialihkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, yang selanjutnya diubah nomenklatur jenis pajaknya menjadi Pajak Air Tanah. Kemudian, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air. (rls/humas/jon)