Tindak Penyusup ‘Penumpang Gelap’
PEKANBARU (HR)-Pihak-pihak yang diduga terlibat dalam menyusupkan ‘penumpang gelap’ dalam APBD Riau 2015, harus diberi tindakan tegas. Apalagi, aksi seperti ini disinyalir sudah sering terjadi, namun baru terbongkar baru-baru ini.
Tindakan memasukkan 'penumpang gelap' alias memasukkan mata anggaran ilegal karena dilakukan tanpa sepengetahuan Dewan, dinilai sebagai tindakan melanggar hukum dan bisa dijerat dengan kasus pidana. Karena pihak yang melakukannya, berani memalsukan dokumen negara berupa Peraturan Daerah (Perda) APBD yang sudah disahkan Dewan.
"Mestinya sanksi itu bukan hanya sekedar mencoret mata anggaran yang diduga disusupkan itu, tapi sanksi tegas juga harus diberikan kepada Pemprov Riau selaku pihak yang menyusun anggaran," ujar Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Usman, Jumat (12/12).
Menurutnya, APBD tersebut merupakan produk hukum. Produk daerah yang telah disahkan DPRD Riau
melalui rapat paripurna antara eksekutif dan legislatif.
"Seharusnya Kemendagri juga harus memberikan sanksi yang tegas setidaknya ada konsekuensi khusus diberikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), yang diketuai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, Zaini Ismail," tambahnya.
Kemendagri, katanya, memiliki hak prerogratif untuk memberikan sanksi secara tegas agar aksi serupa tidak terulang lagi di kemudian.
Tak Transparan
Menurutnya, fenomena 'penumpang gelap' itu terjadi karena proses penyusunan APBD yang tidak transparan. Mulai dari perencanaan hingga penerapan. "Kalau Pemprov bersama DPRD Riau melakukan melakukan penganggaran secara transparan dan melibatkan publik dalam konteks perencanaan dan pembahasannya, saya pikir hal-hal seperti ini tidak akan terjadi," terangnya.
Yang cukup mengejutkan, dari pengakuan salah seorang anggota DPRD Riau, fenomena seperti ini sebenarnya sudah sering terjadi. Bahkan anggota Dewan tersebut telah mengajukan keberatan kepada Mendagri melalui Dirjen Keuangan Daerah, tapi tidak pernah ditanggapi.
Seharusnya apabila Mendagri memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan konteks hukum dan kesalahan yang dilakukan oleh terduga yang melakukan pelanggaran. Sanksinya harus tegas, baik berupa sanksi pidana maupun sansi disiplin.
"Karena ini kan merupakan dokumen negara, apabila dipalsukan tidak sesuai dengan tidak yang aslinya bisa dipidana. Kalau sanksi disiplin bisa berupa pemecatan," tukasnya.
Tindak Pidana
Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Riau, Kasmanto Rinaldi, menyatakan perbuatan pemalsuan produk hukum seperti APBD, jelas merupakan tindak pidana. Harus ada pihak yang bertanggung jawab.
Dijelaskannya, APBD itu merupakan produk hasil kerja sama antara pihak legislatif dan eksekutif. Bila dinyatakan ada oknum yang bermain, itu urusan lain.
"Namun ini merupakan tanggungjawab institusi, dalam hal ini gubernur selaku kepala daerah mewakili eksekutif dan Ketua DPRD mewakili legislatif," kata Kasmanto.
Menurutnya, persoalan pembahasan APBD tersebut sudah dipolitisir. Artinya sering terjadi kesepakatan informal antara legislatif dan eksekutif. Sementara akses masyarakat untuk mendapatkan informasi sangat sulit sekali.
Sehingga muncul praduga di tengah masyarakat dalam pembahasan APBD tersebut telah terjadi kongkalikong antara kedua belah pihak. "Jadi apabila dugaan APBD tersebut terbukti, kedua belah pihak harus bertanggungjawab secara institusi," tukasnya.
Oleh karenanya, dirinya mendesak aparat penegak hukum, baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK menelusuri kasus itu. "Apabila hal-hal seperti ini dibiarkan, kita khawatir, penyelesaian permasalahan APBD Riau ini bisa diselesaikan dengan duduk di warung kopi," tutupnya.
Serahkan Hasil Verifikasi
Sementara itu, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau, Noviwaldy Jusman meminta Pemprov Riau segera menyerahkan hasil verifikasi APBD Riau 2015 yang sudah diverifikasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurutnya, hal itu perlu dilakukan untuk membuktikan dugaan adanya 'penumpang gelap' itu.
Menurutnya, sampai saat ini Banggar belum pernah menerima hasil verifikasi tersebut karena memang belum diserahkan Pemprov Riau.
"Setelah diserahkan nantinya, kita akan lihat apa saja anggaran yang dicoret Mendagri dan akan ditemukan di mana bedanya dengan semua yang telah dibahas Dewan," terangnya.
Untuk membandingkan APBD tersebut, Noviwaldy yang akrab disapa Dedet ini menegaskan dirinya memiliki semua data-data pembahasan APBD Riau 2015 sampai ketok palu. Dikatakannya, dari Kementerian juga harus memberikan mana yang sebelum dicoret dan sudah dicoret termasuk justifikasinya.
"Itu nantinya akan kita bedakan. Karena kita memiliki data (pembahasan) karena waktu itu dicetak 10 buah dan masing-masing fraksi memiliki satu (data pembahasan APBD)," terangnya.
Ia mengingatkan, setiap anggaran yang diubah (hasil verifikasi, red) harus disampaikan Pemprov Riau kepada DPRD Riau. "Apa pun itu bentuknya, lengkap dengan justifikasinya. Kita harus tahu bukannya untuk mencari kesalahan," tegasnya lagi.
Setelah diserahkan Pemprov, selanjutnya APBD Riau 2015 hasil verifikasi Mendagri dibahas Banggar. "Baru pimpinan mengeluarkan putusan. Kemudian, dikembalikan kepada Kemendagri dan baru dijadikan lembaran daerah," terang Dedet. ***