PT PSPI Diduga Rampas Tanah Ulayat di Kabupaten Kampar
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI) diduga merampas tanah ulayat Datuk Rajo Melayu Tigo Koto Sebelimbing dan anak kemenakan di Kampung Pertemuan Desa Siabu, Kecamatan Salo, Kampar. Untuk itu, masyarakat meminta agar dilakukan pemetaan ulang untuk memperjelas tata batas lahan.
Konflik ini bermula dari protes Datuk Rajo Melayu yang tanah ulayatnya seluas 1.561 hektare dirampas perusahaan Hutan Tanaman Industri tersebut dengan menanami pohon Akasia. Pada 12 Juni 2015 lalu, PT PSPI menyerahkan 1.000 hektare kepada Datuk Rajo Melayu dan anak kemenakannya yang diikat perjanjian. Kesepakatan itu kembali dipersoalkan karena tidak terealisasi sebagaimana diatur dalam perjanjian.
Kepada Riaumandiri.co, Saripudin Datuk Rajo Melayu melalui Kuasa Hukumnya, Hotland Simanjuntak, meminta lahan kesepakatan itu dipetakan ulang. Menurutnya, ini bertujuan untuk melindungi hak ulayat.
"Dalam perjanjian kerjasama, perusahaan akan membangun tanaman kehidupan untuk kesejahteraan anak kemenakan. Dalam hal ini karet sebagaimana tertuang dalam notulensi rapat menuju pengikatan perjanjian," ujar Hotland, Rabu (17/1).
Dikatakan Ketua Dewan Pembina Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Riau-Kepulauan Riau (Kepri) itu, dari 1.000 hektare yang disepakati dalam perjanjian, masih tersisa 561 hektare lagi tanah ulayat yang berada di dalam konsesi PT PSPI.
"Objek perjanjian kerjasama berada di Kampung Pertemuan Desa Siabu Kecamatan Salo. Posisi 561 hektare itu kini tidak jelas. Ini dikarenakan perusahaan tidak memperjelas tata batas lahan kesepakatan. Sehingga perlu pemetaan ulang," pintanya.
"Agar adan jaminan hukum dan pencegahan terjadinya pengolahan tanpa izin atau tanpa sepengetahuan Datuk Rajo Melayu," sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Hotland mengingatkan perusahaan untuk mengingat kembali Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 yang mempertegas pengakuan terhadap hutan adat. "Hutan adat bukan hutan negara. Oleh karena itu, hutan adat Datuk Rajo Melayu tidak bisa diambil begitu saja hanya dengan dalih perizinan konsesi," pungkas Hotland Simanjuntak.
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Nandra F Piliang