Kuasa Hukum: Gunakan Haknya, RAPP Tidak Melawan Negara
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) menegaskan, bahwa permohonan mereka ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta bukanlah bentuk perlawanan terhadap negara. Permohonan yang diajukan lantaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak merespons permohonan pembatalan Surat Keputusan (SK) Nomor 5322 tentang Pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) periode 2010-2019.
Adapun permohonan keberatan itu berdasarkan surat Nomor: 101/RAPP-DIR/X/2017 tertanggal 18 Oktober 2017. Melalui permohonan itu, perusahaan kertas itu berharap agar KLHK meninjau kembali keputusannya.
Dikatakan Andi Ryza Fardiansyah dari Kantor Hukum Zoelva & Partners selaku Kuasa Hukum PT RAPP, permohonan itu untuk mendapatkan kepastian hukum terkait pembatalan RKU yang dilakukan oleh KLHK. Upaya yang dilakukan RAPP bukanlah kasus tuntutan terhadap Pemerintah Indonesia.
"Kami mengajukan permohonan bukan tuntutan. Ini tidak berarti kami melawan pemerintah," ungkap Andi Ryza pada Media Briefing di salah satu hotel di Pekanbaru, Riau, Senin (18/12/2017).
Permohonan keberatan ini, kata Andy, diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 77 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang seharusnya ditanggapi dalam jangka waktu sepuluh hari kerja. Dalam UU tersebut dijelaskan, ketika ada masyarakat yang merasa keberatan atau dirugikan terhadap keluarnya sebuah keputusan itu, bisa mengajukan upaya keberatan.
"Kita bukan bicara menang atau kalah dalam hal ini. Ini cuma RAPP mengajukan haknya yang secara ketentuan UU, itu sudah diterima," lanjutnya.
Dengan permohonan tersebut, sambungnya, maka RAPP hanya menggunakan jalur normal yang tersedia bagi warga negara untuk menerima respons atas permohonan yang diajukannya kepada sebuah lembaga publik.
"Secara hukum (permohonan itu); sudah dianggap dikabulkan. Tinggal legitimasi keputusannya saja yang belum keluar. Ketentuan pasal tersebut, wajib memproses keberatan itu dalam waktu 10 hari," ujarnya.
Seperti diketahui, KLHK membatalkan RKU perusahaan pada 16 Oktober 2017, yang menyebabkan pemberhentian operasional kehutanan di area konsesi. Pada 24 Oktober 2017, KLHK menyarankan PT RAPP, bahwa perusahaan dapat melanjutkan operasional kehutanan, kecuali untuk penanaman di area yang teridentifikasi dalam peta Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG). Pemberhentian operasional kehutanan telah menyebabkan 3.200 pekerja dirumahkan selama hampir dua bulan.
Permohonan PT RAPP berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2014 sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, yang mencakup pasal masa transisi atau pemberlakuan yang tidak berlaku retroaktif, yang melindungi para pemegang lisensi yang telah beroperasi.
Selama proses ini, PT RAPP selalu bersikap konsisten dan tunduk sepenuhnya pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. PT RAPP, kata Andi Ryza, terus berupaya untuk bekerja sama dengan KLHK untuk mencapai solusi yang positif dari diskusi tersebut.
"Secara terpisah, kami juga terus menjalin komunikasi dengan KLHK berdasarkan iktikad baik untuk merevisi RKU PT RAPP. Sekali lagi kami tekankan, kami terus melakukan proses ini meskipun telah ada putusan Mahkamah Agung tertanggal 2 Oktober yang secara efektif membatalkan Peraturan Menteri LHK Nomor 17 yang memandatkan revisi RKU tersebut," sebutnya.
Masih dikatakan Andi Ryza, atas permohonan yang diajukan, pihaknya tidak sepakat kalau hal ini dikatakan sebuah persoalan. Dalam hukum antara permohonan dengan gugatan dua hal yang berbeda.
"Kalau gugatan, dia ada perselisihan. Sedangkan permohonan tidak ada perselihan. Kalau permohonan tidak ada sengketa, kalau gugatan ada sengketa," imbuhnya.
Sidang permohonan ini diketahui telah sampai dengan penyampaian kesimpulan masing-masing pihak. Dijadwalkan, pada Kamis (21/12/2017), persidangan yang dipimpin hakim ketua Oenoen Pratiwi dan hakim anggota Bagus Darmawan serta Becky Christian, ini digelar dengan agenda pembacaan putusan. ***
Reporter : Dodi Ferdian
Editor : Mohd Moralis