Terdakwa Sabu 40 Kg di Siak Divonis Mati, Keluarga Menangis Histeris Sambil Berteriak
RIAUMANDIRI.CO, SIAK - Ketukan palu Hakim Ketua Bangun Sagita Rambe saat menetapkan vonis hukuman mati kepada terdakwa kasus narkotika jenis sabu sebanyak 40 kg membuat suasana ruang sidang langsung gaduh. Empat orang wanita yang sejak awal dalam ruang sidang sudah meneteskan air mata langsung menangis histeri sambil berteriak menuntut keadilan. Empat wanita itu, yakni ibu terdakwa Aldino Kardofal (24) yang bernama Amruziliyana serta adik terdakwa.
Aldino Kardofa bersama rekannya Zulfadli divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negri Kabupaten Siak karena terbukti melanggar pasal 114 ayat 2, UU 35 tentang Narkotika. "Terbukti memiliki dan menguasai narkotika," kata ketua majelis hakim.
Meski dalam pledoi kuasa hukum terdakwa Aldino Kardofal menyampaikan bahwa terdakwa hanya sebagai kurir, yang mendapat upah Rp10 juta dalam pengangkutan barang haram itu. Namun dalam fakta persidangan, majelis hakim menegaskan apa yang disampaikan terdakwa dalam pledoi ditolak.
"Pledoi ditolak, karena terdakwa sudah sering melakukan transaksi serupa, dan sudah masuk dalam jaringan narkotika internasional," tegas Hakim Ketua Bangun Sagita Rambe saat memimpin sidang, Rabu (13/12/2017).
Sebelumnya, Aldino Kardofal pada 5 April 2017 lalu diamankan saat mengendarai mobil Innova warna hitam yang di dalamnya ditemukan 20 kg sabu-sabu dan 7.720 butir ektasi.
Aldino Kardofal membawa barang haram milik Zulfadli, yang lebih dahulu hitungan jam ditangkap oleh Dir Polda Riau di lokasi yang sama, Jl Pertamina, Km 11 Buatan. Terdakwa Zulfadli diamankan saat mengemudikan mobil Honda Jazz, di dalam mobilnya ditemukan 20 kg sabu-sabu. Kini keduanya sama-sama dijatuhi vonis hukuman mati.
Meski dijatuhi hukuman mati, Aldino Kardofal terlihat tenang, aura wajahnya terlihat santai. Sayang, saat majelis hakim menanyakan bagaimana tanggapan terdakwa dan penasehat hukumnya atas vonis yang dijatuhkan, pertanyaan belum terjawab suasana ruang sidang langsung gaduh oleh protes ibu dan adik terdakwa.
Sementara terdakwa Zulfadli belum bisa memberikan jawaban, apakah melakukan upaya hukum banding atau memilih pasrah dengan vonis hukuman mati yang dijatuhkan. "Saya masih pikir-pikir dulu," kata Zulfadli usai vonis dijatuhkan.
Biaya Kuliah
Serli adik terdakwa Aldino Kardofal tampak berguling-guling di ruang sidang sambil menangis histeris. Remaja ini terpaksa diangkat dari ruang sidang menuju ke luar karena kondisinya terkulai lemah. Aksi protes sambil teriak dan menangis membuat pihak kemanan kewalahan mengamankan sekitar ruang sidang.
Bahkan saat Aldino Kardofal diangkut menggunakan mobil tahanan menuju Rutan Siak, Serli sempat mengejar dan akhirnya tersungkur dan masih menangis. "Abang kerja untuk saya, dia yang membiayai kuliah saya. Kalau memang dia salah, tolong hukum dengan adil, jangan dijatuhi hukuman seberat ini," tangis Serli.
Sementara Amruziliyana, ibu terdakwa Aldino menuding penegakan hukum tidak adil, menyamakan hukuman anaknya yang pekerjaannya sebagai supir, dalam perkara ini sebagai kurir namun mendapat hukuman yang sama dengan sang bandar narkoba yakni terdakwa Zulfadli.
"Bandar besar hukumannya sama dengan anak saya, anak saya supir, bawa mobil rental, dulu dia tukang cuci mobil," teriak Amruziliyana.
"Penegakan hukum ini seperti pisau, tajam ke bawah tumpul ke atas," protesnya.
Amruziliyana menyampaikan bahwa Aldino adalah anak sulungnya, selama ini Aldino tinggal di Perawang, sementara Amruziliyana tinggal di Bengkalis. Mereka pisah tempat tinggal karena Amruziliyana pisah dengan suaminya, dan Aldino tinggal di Perawang. Meski demikian, terdakwa Aldino masih menjadi anak kebanggaan, yang sering memberi perhatian kepada ibu dan adik-adiknya.
"Bukan saya tidak mau banding, percuma saja kalau tidak ada uang. Kita mau banding sampai ke manapun, kalau tidak ada uang hukumannya tetap sama," ujar wanita ini.
Untuk diketahui, sidang putusan atas dua terdakwa kasus narkotika glongan 1 ini dipimpin oleh Hakim Ketua Bangun Sagita Rambe, Hakim Anggota Yuanita Tarid dan Selo Tantular, Panitera Yudi serta Jaksa Penuntut Umum Endah Purwaningsih.
Reporter : Abdus Salam
Editor : Mohd Moralis