Catatan Opini (1): Bukan Jalan Sesat
Kul innallaha yudhillu maiyyasau wayahdi illaihi man anab.
SECANGKIR kopi pekat pagi Selasa ini sungguh begitu nikmat. Sekali seruput, ku terdiam sejenak menarik nafas panjang, sambil benar-benar merasakan nikmatnya kopi. Bukan kopi ABC, dan bukan pula kopi Kapal Api. Tapi, benar-benar kopi.
Sementara itu, di ufuk timur sana, matahari masih 'malu-malu' menampakkan wajahnya. Ubi goreng yang dihidangkan istriku untuk kesekian kalinya tanpa terasa juga sudah habis ku santap. Bersih. Tanpa sisa. Licin.
Pikiranku lagi bersemangat. Semangatnya menyala-nyala. Seterang lampu philips. Ada ide yang ingin segera ku tuangkan pagi ini. Ide yang harus segera ku kabarkan kepada semua 'kawan' di sini. Kawan yang mau membaca coretan tulisan ku ini. Bukan kawan yang selalu "bertanya pada rumput yang bergoyang" Ada apa? Terlalu...
Idenya sederhana. Jauh dari rumitnya jalan pikiran Madilog karyanya si Tan Malaka (1943) itu, atau maha karya Tetralogi Pulau Buru buah pikiran sastrawan Pramoedya Ananta Toer (1980).
Ide ini sudah lama dipendam. Meski sebenarnya, diam-diam ide ini sesungguhnya sebahagian sudah wujud dan berjalan.
Ide bagaimana mengelola organisasi kelembagaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) _wabilkhusus_ KPU Provinsi Riau bersama KPU kab/kota hingga ke jajarannya: PPK, PPS, KPPS dikelola melalui grup WAG.
Aneh kedengarannya. Tak mungkinlah kelembagaan sebesar KPU mau dikelola dari balik tombol di tuts-tuts smartphone. Tidak mungkin. Semoga kelak ide yang tak mungkin ini dapat jadi sesuatu yang mungkin. Aamiin.
Okey. Jika itu masih tidak mungkin, ku dapat memahami jalan pikiran tuan-tuan dan puan-puan semua. Ku dapat memakluminya. Karena jalan pikiran ini memang ide yang abstrak. Yang penting, pesannya sudah sampai dulu. Itu sudah lebih dari cukup. Titik.
Poinnya, kita semua harus sepakat dulu. Iya. Kita sepakat ingin sama-sama membangun kapasitas kelembagaan KPU ini. Ingin membesarkan KPU jadi lebih besar.
Langkah selanjutnya, baru kita sama-sama wujudkan kesolidan di dalam tim ini melalui komunikasi yang efektif di internal KPU.
Tuan-tuan dan puan-puan yang baik...
Pesannya adalah, bagaimana kita ingin meningkatkan kapasitas orang-orang di dalam KPU ini meningkat. Istilah topnya, capacity building. Yang disasar adalah SDM para awak di dalamnya.
Sarananya sudah tersedia kok. Kita sudah punya di alam ini yang namanya _new media_ bahasa kerennya dari "sosial media". Sosial media harus jadi jembatan penghubung, yang bisa menerabas perbedaan jarak, ruang dan waktu. Tanpa sekat dan batas pemisah. Semuanya kita di sini jadi satu.
***
Kita harus memulainya dengan membangun komunikasi yang cepat, dan tanggap. Serta rasa memiliki yang tinggi terhadap kelembagaan ini sebagai bagian dari tim
KPU yang hebat.
Aku istilahkan komunikasi yang “responsif”. Yaitu komunikasi timbal-balik yang ada hasil baliknya. Ada umpan dikasih, maka ada hasil baliknya.
Singkatnya, ada hasil yang hendak dicapai. Karenanya, kita memerlukan suatu sarana komunikasi yang efektif, efisien dan sederhana pula. Tapi, punya kekuatan yang dahsyat.
Itulah kekuatan yang ada di sosial media yang ku sampaikan kepada tuan-tuan dan puan-puan di atas tadi. Kekuatan sosial media ini harus kita rebut. Harus betul-betul kita manfaatkan di sini.
Tuan-tuan dan puan-puan…
Ledakan kekuatan media sosial ini, sesungguhnya sudah terjadi sejak 5 - 7 tahun lalu. Hanya kita agak sedikit to lelet memanfaatkannya.
Kalaupun kita menggunakan, tak lebih dari sekadar pelengkap dalam pergaulan sosial. Biar kita tidak disebut sebagai golongan orang-orang yang gaptek (gagap teknologi).
Sosial media selama ini masih dianggap miliknya generasi ‘zaman now’ saja. Bukan untuk generasi yang sekarang sudah berkepala tiga, empat, lima dan seterusnya atau yang kepalanya sudah mulai dipenuhi uban. Istilahnya KPU: kepala penuh uban. Itu keliru yang besar. Besar dan sebesar-besarnya.
***
Rekan-rekan sejawat dan seperjuanganku....
Jalan itu, ku namakan sebagai jalan yang benar atau menuju kebenaran (the path of truth). “Bukan Jalan Sesat” (the path of error). Ku beri judul coretan ini dengan kalimat itu. Biar punya magnitude tersendiri. Tak biasa-biasa saja. Tapi, luar biasa. Amazing!
Kul innallaha yudhillu maiyyasau wayahdi ilaihi man anab. (Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya [QS 16: 93]).
Sekali kita masuk ke sosial media, kita salah memilih jalan, maka selamanya kita akan tersesat terus-menerus oleh banjirnya arus informasi yang datang dari segala penjuru angin di dalamnya.
Mirip seperti _black hole_ (lubang hitam) yang kadang istilah ini sering disinonimkan dengan kawasan Segitiga Barmuda. Kita sudah tidak bisa lagi membedakan, mana yang hoaks dan mana informasi yang benar dan shahih.
Ada istilah propaganda Yahudi yang sangat terkenal. Kira-kira ungkapannya lebih kurang begini: Sampaikanlah kesalahan itu berulang-ulang, pasti kelak ia akan menjadi suatu kebenaran.
Tapi, kita semua di sini pasti kurang sepakat dengan istilah itu. Bagaimana pun kebenaran dan kesesatan merupakan dunia yang berbeda, dan susah untuk disatukan. Ibarat minyak dan air.
Kalau pun itu terjadi, sesungguhnya itu berasal dari kita manusia sendiri yang mencampur-aduk-adukkan. Jika dicampuradukkan antara kebenaran dan kesesatan, maka adagium Yahudi itu pasti mendekati kebenaran.
Pilihan kita adalah jangan tersesat oleh sosial media, tapi kita taklukkan dan jinakkan sosial media ini untuk kemanfaatan kelembagaan KPU.
Tuan-tuan dan puan-puan sekalian…
Singkatnya, aku di sini ingin menawarkan suatu jalan yang benar kepada tuan-tuan dan puan-puan semua. Bukan lagi jalan menuju kesesatan. Tapi, adalah bagaimana memanfaatkan sosial media di tangan ini dengan baik. Sosial media harus kita taklukkan, kita jinakkan, dan kita kuasai untuk membangun kesolidan di dalam tim kelembagaan KPU ini. Semoga saja. Aamiin. (bersambung)
Tampan, 5 Desember 2017
*Tulisan ini buah ide dan pemikiran Ilham Muhammad Yasir, anggota KPU Provinsi Riau Divisi Hukum dan Pengawasan.