Undang-Undang BNPB Jangan Bebani Rakyat
RIAUMANDIRI.co, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam menegaskan, UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang baru harus dipastikan tidak membebani rakyat.
"UU PNBP tidak boleh menjadikan negara bebas mengambil pungutan atas pelayanan yang diberikan kepada rakyatnya," tegas Ecky dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/11).
Dijelaskan, objek PNBP selama ini ialah pelayanan publik yang diberikan oleh negara mulai dari yang bersifat kebutuhan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan hingga yang bersifat administratif.
"Di sini lah kita harus jeli dalam merumuskan, jangan sampai UU PNBP menjadi celah bagi pemerintah untuk mengurangi tanggung jawabnya dalam menyediakan pelayanan publik yang prima,” ujar Ecky.
Sebab kata Ecky, pelayanan publik adalah amanah konstitusi sebagaimana yang disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Idealnya menurut Ecky, memang pelayanan publik disediakan negara secara cuma-cuma. Tapi jika kemampuan negara belum memungkinkan, maka ada ruang di mana pengguna layanan dapat diminta kontribusinya untuk membiayai sebagian layanan tersebut.
“Nah secara prinsip, Partai Keadilan Sejahtera ingin agar kontribusi ini seminimal mungkin dan jika betul-betul diperlukan saja untuk meningkatkan kualitas layanan,” ujar politisi PKS itu.
Ecky menambahkan, Selain tak kalah pentingnya dari meminimalisasi pungutan PNBP atas pelayanan publik, juga ingin mengoptimalkan PNBP dari sektor Sumber Daya Alam (SDA) termasuk migas, pertambangan, panas bumi, kehutanan, serta, kelautan dan perikanan.
“PKS memandang optimalisasi PNBP dari sektor-sektor ini sebagai operasionalisasi dari Pasal 33 UUD 1945. PNBP SDA juga penting untuk sustainability atau keberlanjutan pembangunan, mengingat sebagian besar objek pungutannya dari sektor yang ekstraktif atau tak terbaharui,” terang Ecky.
Menurut dia, selama ini PNBP SDA masih jauh dari potensinya. Dalam dua tahun terakhir, PNBP SDA hanya berkontribusi kurang dari setengahnya PNBP.
Di 2015 hanya Rp101 triliun dari Rp256 triliun PNBP dan di 2016 anjlok hingga sebesar Rp65 triliun dari PNBP sebesar Rp262 triliun.
Salah satu contoh kasus terkait PNBP SDA ini ialah temuan di tahun lalu dari hasil audit BPK mengenai tunggakan senilai Rp21 triliun dari lima perusahaan tambang. Tunggakan ini berasal dari tagihan negara berupa dana hasil produksi batubara (DHPB) atau royalti hasil tambang.
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 09 November 2017
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang