Sebelum Kasus First Travel Terkuak Ternyata DPR Sudah Ingatkan Pemerintah
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PAN, Ali Taher Parasong, mendesak pemerintah untuk mencabut izin travel umroh dan haji yang nakal, dan menentukan biaya umroh per regional agar umat Islam yang akan menyelenggarakan ibadah umroh tidak tertipu.
"Sejak saya menerima tugas di Komisi VIII, itu yang saya teriakan lebih awal, bahwa kasus ini bukan hanya First Travel, tetapi kurang lebihnya ada 10 sampai 15 penyelenggara umroh dan haji ada yang nakal," kata Ali Taher dalam diskusi 'Revisi UU Haji dan Umroh Solusi Tertibkan Jamaah Haji Ilegal' di Media Center DPR, Selasa (15/8).
Menurut Ali, dia juga sudah melihat gelagat yang tidak baik dari travel umroh tersebut. "Saya sudah melihat alat bukti yang cukup bahwa dia penipu. Sejak awal sudah saya suarakan pada saat rapat kerja dengan menteri dan dirjen. Saya sampaikan segera dicabut izinnya, izin rekomendasi dari menteri agama dan izin travelnya dari kementerian pariwisata," ungkap Ali.
Izin dari travel penyelenggara umroh tersebut perlu dievaluasi. Karena menurut dia, harga paket umroh yang ditawarkan tidak rasional. "Bagaimana mungkin suatu perusahaan travel memberikan harga tiket saja itu Rp14,3 juta. Ini tidak rasional. Untuk haji Rp26 juta, bagaimana munking umroh cuma Rp14,3 juta dan bisa dicicil lagi," katanya mempertanyakan.
"Ini bukan lagi perusahaan yang ingin memperlancar perjalanan umroh, tetapi ini betul-betul orang yang mencari keuntungan di dalam kesulitan orang lain. Niat umroh itu adalah ibadah kenapa diputar balikan hingga melakukan penipuan, oleh karena itu saya bersyukur ketika OJK melakukan pemberhentian operasional terhadap First travel," ulas Ali.
Untuk mencegah kasus serupa di kemudian hari, dia menyarankan pemerintah menentukan biaya paket umroh per regional. Misalnya regional satu Sumatera dan regional dua Jawa dengan harga paket minimum dan harga maksimal. Kemudian paket kelas bisnis dan ekonomi harus diatur. "Supaya publik tahu. Karena penyelenggara umroh itu prinsipnya syariah, kehati-hatian dan nirlaba," katanya.
Kemudian ulas Ali taher, perlu ada pengawasan berkala dari pemerintah. Karena tidak bisa lepas begitu aja. "Paling tidak 3 bulan dan 6 bulan dievaluasi setiap travel yang akan menyelenggarakan umroh," ujarnya.
Tekait kasus jamaah haji ilegal, dia mengatakan bahwa hajinya bukan ilegal, tetapi proses pemberangkatannya yang ilegal kaena memakai visa ziarah yang tidak sesuai dengan peruntukannya maka itu dianggap ilegal. "Jadi bukan hajinya ilegal, tetapi prosedur keberangkatannya itu yang ilegal," katanya.
Adanya kasus pemberangkatan ilegal tersebut menurut dia, pertama karena adanya waiting list yang lama. Kedua rasa rindu, kangen, kecenderungan motivasi untuk berangkat haji sangat kuat bagi pribadi-pribadi muslim yang taat, dan ketiga persoalan kewenangan memberikan izin itu yang menjadi bermasalah.
Untuk mencegah prosedur pemberangkaran ilegal tersebut, salah satu jalan menurut dia adalah kerjasama antara pemerintah Arab Saudi dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan pendekatan supaya menambah kuota. "Ini yang paling rasional atau objektif yang bisa kita tempuh," katanya.
Kemudian pemerintah, dalam hal ini Kemenkumham dan Kemenag bekerjasama melakukan pengawasan yang ketat. "Saya melihat bahwa pintu masuk ilegal itu, prosedur itu karena pengawasan yang kurang dan lemah dari pihak-pihak terkait, dalam hal ini Kemenag dan Imigrasi dan termasuk juga Kemenlu," katanya.
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 16 Agustus 2017
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang