Dibubarkan Pemerintah, HTI Mengadu ke DPR
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Pengurus Pusat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengadu ke DPR terkait rencana pemerintah yang akan membubarkan organisasi massa (ormas) Islam. Mereka diterima oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, Rabu (10/5/2017).
“Saya menerima aspirasi dari HTI yang dipimpin juru bicaranya Ismail Yusanto. Mereka sangat keberatan tentang rencana pemerintah untuk membubarkan HTI dengan alasan yang tidak punya dasar kuat karena dianggap anti Pancasila dan tidak punya kontribusi pada masyarakat,” ujar Fadli Zon.
Fadli Zon menegaskan bahwa HTI sudah memiliki kontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara ini, sehingga tudingan pemerintah yang mengatakan HTI tidak memiliki kontribusi sangat tidak tepat.
“Apa yang disampaikan HTI tadi, mereka menunjukan bukti bahwa mereka sudah melewati prosedur layaknya ormas lainnya sejak 1980-an. Mereka diakui oleh Kemendagri sejak 2002 dan mereka diakui status badan hukumnya pada tahun 2014 di Kemenkumham,” ujarnya.
Politisi Gerindra ini menuturkan tuduhan bahwa HTI adalah ormas yang anti Pancasila sangatlah tidak tepat. “Soal tuduhan anti Pancasila, dalam AD/ART-nya pun mereka sudah mencantumkan Pancasila dan UUD 1945. Dan selama ini mereka juga berkontribusi dalam melakukan revisi UU, misalnya UU Migas dan UU lain yang dianggap liberal,” tegas Fadli.
Atas dasar itu, Fadli Zon meyakini bahwa langkah pemerintah terkait rencana pembubaran HTI sangat tidak tepat. Selain itu, rencana pembubaran tersebut juga tidak melalui prosedur dan kajian substansi yang mendalam.
“Saya meyakini, apa yang dilakukan pemerintah ini kurang tepat. Tidak melalui prosedur dan kajian substansi yang mendalam. Pemerintah tidak bisa sewenang-wenang dalam pembubaran ormas, apalagi yang jumlahnya cukup besar. Ini akan menimbulkan kegaduhan baru,” pungkas Fadli.
Secara terpisah, Ketua Komisi VIII DPR RI M.Ali Taher menegaskan, pembubaran organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahir Indonesia (HTI) yang dilindungi Undang-Undang Keormasan, harus berlandaskan hukum dan bukan politik.
“Dalam segi agama perlu adanyan pendekatan persuasif, edukatif terhadap kelompok-kelompok yang dianggap makar dan perlu diberikan pengayoman dan pendekatan”, kata Ai Taher.
Dalam menyelesaikan persoalan pembubaran ormas, menurut politisi PAN itu, harus berdasarkan hukum atau peradilan. Ia menilai dengan UU Keormasan, mestinya pemerintah tidak mungkin melanggar akan tetapi bisa lebih mengkaji atau membedah dan nantinya diuji di peradilan persoalan ini.
“Kita kembali pada hukum dan kita percayakan kepada penegak hukum dan semua perangkat-perangkat hukum. Oleh karena itu menyangkut HTI harus diselesaikan secara hukum jauh lebih bagus, pemerintah juga baik namanya dan juga organisasi terayomi,di bina, insya Allah baik”, tegasnya.
Pemerintah Punya Data
Di tempat terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyebutkan bahwa pemerintah sudah memiliki barang bukti dan data-data tentang pelanggaran yang dilakukan HTI sebagai ormas.
"Soal bukti lengkap, sudah kita rapatkan beberapa kali. Data dari daerah lewat Kemendagri, data kejaksaan, kepolisian, rekamannya ada semua, tokohnya siapa, ngomong apa, ada lengkap," tegas Mendagri menjawab pertanyaan wartawan, di Jakarta, Rabu (10/5).
Ditegaskan Tjahjo, setiap WNI berhak membuat ormas berhimpun di negara ini, tapi harus mengakui ideologi negara, apa pun ormas itu. Kalau ormas keagamaan, jelasnya, masing-masing agama punya.
"Kalau Islam, harus amalkan Qur’an dan Hadist, tapi tetap harus mengakui Pancasila. Lah ini kok anti Pancasila. Ini masif diomongkan, ada tokohnya juga, tokoh-tokoh nasional dan ketua umum ormas juga ngomongnya begitu. Padahal kalau di Kemendagri sudah tidak terdaftar, tapi di online Kemenkumham ada. Azasnya nyebut, tapi kesehariannya tidak," kata Mendagri.
Dijelaskan Mendagri, Menko Polhukam sudah rapat puluhan kali, mengimpun data dan baru ambil sikap. "Karena sudah pada titik membahayakan. Ada ormas yang keras, lalu yang ditangani polisi tapi mereka tidak pernah anti Pancasila. Ada juga, tidak usah saya sebut, tidak bisa dibubarkan karena mereka loyal kepada negara. Ini masalahnya prinsip," tegas Mendagri.
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang