Duta Palma Group di Inhu Diduga Ilegal.
RENGAT (HR)-Keberadaan grup PT Duta Palma Nusantara di Kabupaten Indragiri Hulu, diduga ilegal. Pasalnya, perusahaan milik Surya Darmadi itu dinilai tidak memiliki izin lengkap.
Seperti diketahui, keberadaan perusahaan ini juga semakin menarik perhatian, karena sering disebut-sebut dalam persidangan dugaan suap alih fungsi lahan dan hutan di Riau, yang kini menjerat Gubri nonaktif, Annas Maamun. Hal itu terkait dugaan suap dari pihak perusahaan terhadap Annas Maamun, agar lahan milik perusahaan tersebut bisa dimasukkan dalam areal lahan bukan hutan. Sebelum proses persidangan, penyidik KPK juga sempat menggeledah kantor perusahaan PT Duta Palma Nusantara (DPN) yang berada di Pekanbaru.
Menurut anggota DPRD Inhu, Manahara Napitupulu, ada beberapa anak perusahaan DPN yang beroperasi di Inhu. Di antaranya PT Seberida Subur, PT PAL, PT Palma I dan PT BBU. Ia menilai, sebagian besar lahan perusahan itu masih berada dalam kawasan hutan. Selain itu, anak perusahaan PT DPN itu juga diduga tidak memiliki izin pelepasan kawasan. Sehingga bisa dikatakan keberadaan PT DPN dan anak perusahaannya di Inhu, adalah ilegal. Tak hanya itu, grup DPN juga diduga tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) untuk membangun dan menjalankan usaha perkebunan.
Menurut lulusan sarjana hukum ini, secara hukum apa yang dilakukan DPN grup bisa saja disebut money loundry (pencucian uang, red). Karena sudah ada yang dihasilkan dari lahan yang legalitasnya diduga tidak ada.
Langgar Aturan
Sementara itu, sejumlah anak perusahaan PT DPN yang beroperasi di Inhu juga diduga melanggar aturan karena izinnya diduga tak lengkap. Menurut Kepala Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMD PPT) Inhu, Adri Raspen, ada lima anak perusahaan PT DPN yang diketahui tidak memiliki izin pelepasan lahan. Selain itu, ada izin lokasi yang sudah kadaluarsa. Salah satunya adalah PT Panca Agro Lestari (PAL).
"PT PAL itu tidak memiliki izin pelepasan lahan, sudah sempat diurus tapi setahu saya sedari dulu masih belum ada," ujarnya, Selasa (24/2). Meskipun begitu, hingga kini perusahaan tersebut masih tetap melakukan produksi.
Saat pengurusan izin pelepasan lahan, Kementrian Kehutanan mengeluarkan moratorium yang menyebutkan bahwa lahan PT PAL termasuk lahan gambut. Hal itu menjadi salah satu kendala mengapa izin pelepasan lahan PT PAL tidak dapat dikeluarkan. Selain itu, izinnya juga diduga sudah kadaluarsa. "Setahu saya, izin lokasi PT PAL tersebut sudah kadaluarsa, terakhir kali diurus pada tahun 2013 lalu," tambah Adri.
Tak hanya itu, perusahaan ini juga bermasalah dengan masyarakat setempat. Hal itu yang membuat warga Desa Danau Rambai, Inhu sempat melakukan demo ke Kantor Gubernur Riau, beberapa pekan lalu. Bahkan sengketa ini masih terus berlanjut dengan munculnya konflik antara warga Desa Sencalang yang dituduh melakukan pencurian buah sawit milik PT PAL.
Menyikapi hal itu, Manahara mengatakan kondisi itu sudah tidak bisa didiamkan lagi. "Ini sudah tidak bisa dibiarkan, masyarakat harus melaporkan ke Mabes Polri bila perlu ke Kementerian Kehutanan dan juga KPK," ujarnya.
Menurutnya, jika masyarakat memiliki bukti kepemilikan tanah, maka tindakan perusahaan tersebut bisa dilaporkan sebagai tindak pidana. Tak hanya PT PAL, Manahara juga menyinggung PT Sebrida Subur yang diduga juga tidak memiliki izin pelepasan lahan.
Terkait hal itu, Humas PT PAL Riki Damanik, membantah tudingan itu. Menurutnya, PT PAL memiliki izin pelepasan dan izin lokasi serta Izin Usaha Perkebunan (IUP). Izin pelepasan lahan tersebut diperoleh dari pemilik lahan sebelumnya. Terkait izin lokasi yang sudah kadaluarsa ia menyampaikan bahwa pihaknya tengah melakukan perpanjangan. "Izin lokasi Nomor 276 Tahun 2005 sudah kita perpanjang dengan keluarnya surat izin lokasi Nomor 182 Tahun 2010," terangnya.
Saat ditanyakan mengenai aturan perpanjangan dua tahun sekali dari BPMDPPT, Riki menjelaskan bahwa pihaknya tidak mengetahuinya. "Saya tidak tahu kalau soal itu, tidak ada tertera di sini," ujarnya. ***