Guru Ekonomi Diharapkan Jadi Agen Literasi Keuangan Bagi Siswa
PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Tidak hanya menjadi tenaga pendidik, tetapi seorang guru diharapkan juga bisa menjadi agen literasi keuangan bagi para siswa dan masyarakat. Hal ini seiring dengan masih minimnya pemahaman masyarakat terkait dengan hak dan kewajiban saat menggunakan jasa lembaga keuangan di Riau.
Demikian diungkapkan oleh Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas VM Tarihoran saat memberikan pembekalan bagi ratusan guru ekonomi tingkat Sekolah Menengah Atas di Pekanbaru, Rabu (29/3) di H Arya Duta Pekanbaru. Acara tersebut langsung dibuka boleh Kepala OJK Riau, M Nurdin Subandi, dan turut dihadiri oleh Kepala Disdikbud Riau, Kamsol.
Menurut Horas, dalam menyampaikan informasi terkait dengan fungsi dan manfaat OJK, serta apa yang menjadi hak dan tanggung jawab selaku nasabah masih banyak belum dipahami oleh masyarakat. Meskipun dalam aktifitas masyarakat saat ini sudah banyak yag menggunakan jasa lembaga keuangan, tetapi masih minim pengetahuan.
Untuk itu, diharapkan dengan edukasi yang diberikan ini, para tenaga pendidik bisa menjadi fasilitator atau agen dalam upaya meningkatkan literasi keuangan bagi masyarakat. Dengan menjadikan para guru, sebagai agen baru untuk mendukung edukasi, literasi dan sosialisasi jasa keuangan.
Dijelaskannya, dari hasil literasi tersebut juga hendaknya bisa diimplementasikan kepada para peserta didik dan juga masyarakat. Sehingga dengan upaya yang dilakukan teraebut tenya diharapkan masyarakat faham. Karena tidak hanya didalam materi yang dipaparkan, OJK juga telah menerhitkan buku literasi keuangan baik dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.
"Selain itu juga menyelaraskan antara materi ajar edukasi OJK dan IJK dengan kurikulum pendidikan khususnya di tingkat SMA," ujarnya.
Sementara itu, Kepala OJK Riau, M Nurdin Subandi juga menambahkan, kegiatan ini sebagai langkah strategis dalam rangka memberikan pembekalan kepada guru-guru SMA agar dapat memahami dengan baik tugas dan fungsi OJK dan industri jasa keuangan lainnya untuk selanjutnya diajarkan kembali kepada anak didik masing-masing.
Dijelaskan Nurdin, persoalan utama yang dihadapi Indonesia adalah tingginya kesenjangan antara tingkat pemahaman (literasi) keuangan dengan tingkat akses (inklusi) keuangan.
"Saat ini untuk wilayah Provinsi Riau tingkat literasi keuangan sebesar 29,45% dan tingkat inklusi keuangan sebesar 69,45 persen," jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, dengan tingkat inklusi yang tinggi namun dengan tingkat literasi yang masih relatif sangat rendah maka menunjukkan masyarakat dalam membeli produk dan jasa keuangan, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami karakteristik produk dan asa keuangan tersebut.
"Jadi kita menargetkan di tahun 2019 tingkat literasi di Riau mencapai 75 persen. Kita akan terus berupaya agar target tersebut busa tercapai," pungkasnya.
Reporter: Renny Rahayu
Editor: Nandra F Piliang