Lima Isu Krusial Ganjal Pembahasan RUU Pemilu
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sudarmo menyebutkan pembahasan revisi undang-undang (RUU) penyelenggaraan Pemilu antara pemerintah dan DPR masih terganjal 5 isu krusial yang tak kunjung rampung.
“Lima isu krusial sampai sekarang belum juga tuntas dan mungkin nanti akan dibahas di tingkat sidang paripurna. Karena ini merupakan kepentingan parpol yang sulit mendapatkan kesepakatan bersama,” kata Dirjen Polpum Kemendagri, Sudarmo, Senin (20/3).
Sejumlah isu tersebut antara lain, masalah sistem pemilu, tertutup atau terbuka. Lalu parlementary treshold, dan penataan kursi anggota DPR di setiap daerah pemilihan. "Masalah-masalah ini sampai sekarang belum menemui titik temu," jelasnya.
Dia menyebutkan, target selesainya pembahasan RUU Pemilu pada April 2017. Pihak penyelenggaran pemilu juga menginginkan agar rancangan peraturan baru ini bisa segera selesai. Sebab, mekanisme dan sistem kepemiluan 2019 nanti akan mengacu pada UU tersebut.
Karena itu, ulasnya, pemerintah berharap pembahasan RUU Pemilu bisa dikejar sampai April nanti. Karena, persiapan dan tahapan pelaksanaan Pileg serta Pilpres serentak akan mulai pada Juni mendatang.
“Karena ini menyangkut masalah UU, pembahasan pelaksanaan Pileg dan Pilpres serentak bulan Juni sudah mulai pentahapan, sehingga UU ini bisa selesai paling tidak akhir bulan Mei,” harapnya.
Pansus Optimis
Secara terpisah, anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Penyelenggaraan Pemilu Hetifah Sjaifudian menyatakan optimis pansus bisa menyelesaikan pembahasan RUU pada akhir April mendatang.
“Pansus tetap optimis, walau untuk itu Panja harus bekerja lebih intensif. Pemerintah juga harus menyelesaikan beberapa analisis seperti penataan dapil yang baru,” ujar Hetifah di Gedung DPR, Senin (20/3).
Politisi Golkar itu menyebutkan, ke-5 isu substansial sudah mulai mengerucut menghasilkan beberapa opsi. Kelima isu tersebut ialah sistem pemilu, ambang batas, pembagian daerah pemilihan dan konversi suara ke kursi.
Menurutnya, opsi tersebut akan dibahas di Panja dan dipertimbangkan secara internal. Salah satunya terkait sistem pemilu yang awalnya hanya dua varian yaitu proporsional terbuka dan tertutup. Namun, sekarang berkembang menjadi 3 varian, yakni proporsional terbuka–terbatas. Varian ini berbeda dengan draft RUU sebelumnya.
Dalam proporsional terbuka terbatas, lanjutnya, pemilih boleh mencoblos partai dan mencoblos calon. Apabila, dalam perolehan suara partai lebih banyak dibanding caleg, maka partai yang menentukan caleg terpilih berdasarkan nomor urut.
“Sementara, apabila suara caleg lebih besar dari suara partai maka caleg tersebut menjadi caleg yang terpilih,” jelas politisi dapil Kalimantan Timur itu.
Sementara itu, terkait ambang batas parlemen, mayoritas Fraksi menginginkan 3,5 persen. Namun, beberapa fraksi lainnya tetap ingin dinaikkan menjadi 5 persen hingga 7 persen. Untuk presidential threshold, beberapa Fraksi mengusulkan tetap diangka 20-25 persen, tetapi tak sedikit fraksi juga yang menginginkan nol persen.
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 21 Maret 2017
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang